Mona Darvish – 20 Oktober 2005

Kamis, 20 Oktober 2005, Komunitas One Earth mendapat kunjungan dari Ibu Mona Darvish dari Beirut, Lebanon, orang Timur Tengah pertama yang mengunjungi padepokan One Earth seperti yang dituturkan Guruji Anand Krishna.

Mona Darvish berasal dari keturunan keluarga Darvish yang terkenal dengan tradisi Whirling Sufi Rumi. Beliau bekerja sebagai konsultan IT di Depkominfo dan juga seorang pelukis Kaligrafi Muslim yang sebulan lalu baru saja mengadakan pameran Kaligrafi di D’Gallery Barito, Jakarta , di mana Guruji dan beberapa teman sempat menghadiri acara pameran tersebut dan mengadakan Sufi Mehfil di sana .

Keluarga Mona di Lebanon kebanyakan adalah Mufti (ulama-ulama besar). Bahkan paman beliau adalah seorang Mufti di Republik Syria . Ketika masih kecil, Mona sudah berada di tengah-tengah pertikaian antar agama : Islam-Kristen-Yahudi di Lebanon selama belasan tahun sehingga Mona memilih untuk tinggal di luar negerinya. Setelah berada di 5 benua dan mengunjungi lebih dari 30 negara, Mona baru ‘feels like home’ ketika berada di Indonesia.

Mona sangat senang bisa hadir di One Earth dan berada di tengah-tengah kumpulan orang yang berbeda, baik pria maupun wanita, beragam agama maupun keturunannya, bisa bernyanyi beraneka ragam nyanyian bersama dalam suatu ruangan yang sama (As-salam). Sesuatu yang jarang sekali dialami dirinya, apalagi di negerinya sendiri.

Mona pun sempat sharing dengan teman-teman di One Earth tentang kata Allah. Pengucapan kata Allah yang benar, menurut Mona yang keturunan Arab dan fasih membaca ayat-ayat Al-quran, adalah Allah bukan Aulloh atau Owlloh, seperti yang dia dengar kebanyakan di Indonesia . Suara “O” yang digunakan dalam pengucapan ‘Owlloh’ dan ‘Aulloh’ untuk kata Allah, terkesan mengerut /kontraksi, sedangkan suara “a” dalam pengucapan kata Allah, lebih terkesan meluas dan lebih enak didengar. Begitu juga dengan kata rahman dan kata rahim.

Ketika diberitahu bahwa perbedaan pengucapan kata Allah dengan suara Owlloh/Aulloh karena mungkin sebagian umat Islam ingin membedakan Tuhan Islam dengan Tuhan Kristen, dengan terkejut Mona bertanya, “Bukankah Tuhan Islam dan Kristen memang sama ?”

Mona berani menjamin bahwa di seluruh timur tengah, bahkan di Arab Saudi pun, Allah diucapkan Allah bukan Aulloh maupun Owlloh. Rahman bukan Rohman. Rahim bukan Rohim.

Penggunaan Jilbab pun, menurut Mona, sangat disalah artikan. Dia menghargai orang yang memakai jilbab karena panggilan hatinya. Tetapi dia merasa aneh ketika penggunaan jilbab dijadikan simbol kesucian iman dan ketaatan beragama Islam, dan jika ada yang berpendapat bahwa seorang wanita baru benar-benar Islam bila memakai jilbab.

Tentu saja jilbab adalah bagian yang tak terpisahkan dari budaya berbusana Arab, karena iklim dan kondisi geografis di timur-tengah sangat tidak bersahabat sehingga jilbab sangat perlu untuk dikenakan untuk menghindari sengatan sinar matahari langsung ataupun menghalangi butir-butiran pasir halus. Tapi jilbab bukanlah ketentuan dalam Islam, tetapi kebutuhan dalam iklim daerah Arab.

Islam tidak cuma di Arab Saudi. Lebanon, Siria, Marokko, Sudan dan Negara-negara di Afrika Utara adalah Negara-negara Islam juga dan tidak ada yang mewajibkan penggunaan jilbab pada para perempuannya, kecuali di Arab Saudi yang dianggap aneh oleh Negara-negara Islam lainnya.

Negara-negara tersebut sama sekali tidak mengubah tradisi setempat dan menggantinya dengan apapun yang berbau Arab. Misalnya di Syria, umat muslim di sana lebih memilih menggunakan bahasa Syria dan bahasa Aramaic (bahasa asli Yesus/Nabi Isa) setempat sebagai bahasa pengantar daripada bahasa Arab. Budaya mereka pun adalah budaya setempat dan tidak mengadopsi budaya Arab. Demikian penuturan Mona yang mempunyai latar belakang studi Peradaban Islam.

Dulu di Lebanon, dalam satu gedung apartemen sebuah keluarga muslim bisa hidup damai bersebelahan dengan keluarga kristen. Anak-anak kecil muslim bersekolah minggu di gereja pada hari minggu dan banyak teman-teman kristennya ikut dirinya dan kakaknya bersholat jumat di mesjid. Tapi beberapa tahun kemudian, beberapa anak muda dicuci otak oleh paham-paham ekslusif agamanya sehingga pertikaian antar agama pun terjadi dan memporak-porandakan perdamaian serta kehidupan masyarakat di Lebanon , sampai sekarang. Saat ini, banyak yang sudah jenuh dengan pertikaian ini, sehingga generasi muda di sana kadang sampai menolak menganut suatu agama tertentu karena terlalu muak melihat permusuhan, pemboman dan peperangan yang hampir terjadi tiap  minggunya.

Bagi Indonesia khususnya, Mona menyarankan bangsa Indonesia untuk bisa memilah mana ajaran islam, mana budaya Arab sehingga ajaran Islam yang sejuk dan lembut dapat diterapkan sesuai dengan budaya setempat bukan ke-Arab-annya.

Dilaporkan oleh Yohanes.