Setelah Diskusi Kebangsaan National Integration Movement (NIM) bertema : “Peranan Perempuan dalam Perjuangan Menuju Indonesia Jaya”, berlangsung Acara Sufi Mehfil yang juga dihadiri oleh Ibu Utari dan Ibu Theresia dari Sai Centre Jakarta, Bapak Martinas, yang sudah puluhan tahun hidup dalam pengasingan di Moskow, dan Natsir Tamara dari United Nations Development Programme (UNDP). Mereka semua berkenan untuk berbagi pengalaman mereka selama di One Earth, Ciawi.
Ibu Utari, yang memanggil Guruji Anand Krishna dengan sebutan penuh hormat Swamiji, merasakan getaran universal hebat seutuhnya selama menyaksikan Tarian Whirling Darvish. Getaran-getaran ini menginspirasikan beliau untuk membangun “jembatan” unity, yang selama ini agak berjarak. Beliau mengharapkan rahmat dan bimbingan spiritual dan bercerita bahwa Sai Center sudah mendirikan sebuah sekolah gratis dari tingkat TK sampai Kelas 2 SD. Semua pembiayaan ditanggung oleh para donatur dari Sai Centers.
Ibu Theresia, di mana Guruji menyebut sebagai “My Dear Friend,” sudah mengenal Guruji sejak tahun 1974. Setelah melihat keadaan di One Earth, beliau mengungkapkan rasa bangganya pada Guruji atas upaya dan usaha Guruji dalam menyebarkan spiritualitas lewat pesan-pesan keanekaragaman dan kebangsaan.
Bapak Martinas malah mengaku tidak mampu mengungkapkan perasaannya lewat kata-kata. Beliau bangga melihat apa yang terjadi di One Earth. Beliau melihat semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 bangkit di tempat ini. Beliau, yang pernah “terdampar” di Moskow-Russia selama puluhan tahun, meminta semangat dan kegiatan ini tidak boleh berhenti dan harus tetap berjalan.
Bapak Natsir Tamara merasa terharu dan sangat gembira melihat kekhusukkan dan toleransi yang tinggi dalam komunitas One Earth. Beliau bercerita bahwa ketika beliau kuliah di Eropa dari S1-S3, tidak pernah mengalami perlakuan diskriminasi karena dirinya yang termasuk dalam kelompok minoritas. Beliau melihat usaha Guruji mengembalikan Islam pada pemikiran yang kosmopolitan patut dihargai. Beliau berharap spirit dari tradisi agama yang toleran, penuh integritas dan universal harus selalu dipelihara dan dipertahankan. Sabar adalah kunci bagi diri beliau dalam menghadapi dan menasehati kelompok-kelompok agama yang cenderung fanatik.
Bapak Anand Krishna dalam kata sambutan mengungkapkan kegembiraan dapat bertemu dengan orang-orang seperti Bapak Martinas dan Bapak Natsir. Guruji mengungkapkan bahwa teladan Pak Martinas harus diteladani bahwa Pak Martinas pernah dirampas kewarganegaraannya menjadi stateless oleh pemerintah RI selama puluhan tahun, tapi cinta pada Ibu Pertiwi masih tetap eksis. Spiritualitas dan Kebanggaannya sebagai orang Indonesia tidak pernah hilang karena dendam dan sakit hati. Sedangkan dengan Pak Natsir, Guruji merasakan adanya “Al-Hallaj Connection.”
Beliau menjelaskan bahwa sekarang ini Spiritualitas harus diterjemahkan sebagai Belajar Bahasa Inggris, terutama kepada para mahasiswa-mahasiswa, agar kita mampu membaca bahan-bahan berbahasa Inggris untuk memperluas cakrawala dan wawasan. Jangan selalu menganggap Doa sebagai Bell-Boy, yang dapat disuruh ke sana atau ke mari atau dapat diminta ini – itu. Seluruh pemikiran kita harus dirubah secara total karena keliru. Nabi Muhammad saja harus mengangkat senjata, tidak hanya berdoa untuk memberantas ketidakadilan dalam masyarakat Arab.
Guruji menerangkan bahwa di One Earth, perbedaan-perbedaan tidak dilebur untuk diseragamkan pola pikir atau pemikirannya. Di sini pun, upaya penambahan umat tidak dilakukan. Tempat ini adalah rumah bagi kita semua dan hanya embrio yang akan melahirkan ribuan tempat seperti ini di tempat-tempat lain.
Guruji juga mengungkapkan bahwa beliau tidak pernah anti pada negara-negara atau rakyat AS, China atau Singapore, tapi beliau tidak setuju dengan Foreign Policy ke-3 negara tersebut. Laporan UNDP 2003-2006 melaporkan bahwa Pembangunan di Indonesia mengalami pertumbuhan Nol persen (0%) selama kurun waktu tiga tahun itu, dan kita masih mau bermalas-malasan?
Menurut data, yang juga pernah disampaikan Bapak Siswono Yudhohusodo di One Earth tahun lalu, Anak-anak Indonesia hanya meminum 6 (enam) liter susu per tahun dibandingkan dengan India—yang lebih miskin meminum 65 liter susu per tahun. Padahal susu adalah sumber gizi tertinggi yang sangat baik bagi pertumbuhan otak anak-anak. Budaya meminum susu harus dicanangkan mulai sekarang lewat Gerakan Minum Susu kepada anak-anak Sekolah Dasar yang sedang digalang Gerakan Psikolog, Dokter dan Pengajar Bagi Ibu Pertiwi agar nantinya anak-anak Indonesia bisa tumbuh sehat dan
cerdas.
Laporan oleh Joehanes