Acara: Temu Hati bersama Anand Krishna
Tema: Budaya sebagai Landasan Integrasi Nasional
Tanggal: 24 September 2006 pukul 14.00-17.00 WIB
Tempat: Gedung Lembaga Indonesia Prancis (LIP) Yogyakarta

Minggu, 24 September, kota Jogja mendapatkan berkah. Guruji Anand Krishna berkenan hadir untuk menyegarkan kembali kota Jogja. Teman-teman AKC dan NIM Joglosemar sudah bersiap-siap di tempat acara sejak pukul 12.00 WIB. Selain dari Joglosemar, hadir pula teman-teman dari Surabaya seperti Mas Baloma dan kawan-kawan serta Mbak Cipta, sang wanita perkasa dari Kediri!

Hasil kerja keras teman-teman menyebar pamflet sehari sebelum acara tampak dengan jumlah peserta yang membludak. Jumlah peserta bahkan agak melebihi kapasitas ruangan sehingga harus ditambahkan kursi. Bahkan sebagian besar teman-teman AKC dan NIM harus rela berdiri atau duduk di lantai.

Acara dibuka pada pukul 14.00 WIB dengan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama. Bertindak sebagai MC adalah Mbak Ikky Putri dari salah satu stasiun TV lokal Jogja. Mbak Ikky Putri sempat memperkenalkan sedikit tentang NIM yaitu bahwa NIM adalah gerakan untuk persatuan dan cinta Ibu Pertiwi. Selain itu, disinggung juga mengenai kegiatan-kegiatan NIM seperti PPST (Pusat Pemulihan Stres dan Trauma), Pesta Rakyat, serta rangkaian lomba pidato-melukis-menulis bagi anak SD-SMP-SMU.

Setelah perkenalan singkat tersebut, dr. Stephanus “Mas Kiki” Hardyanto, selaku Koordinator NIM Jogja, memberikan sambutan singkat. Mas Kiki membahas tentang tema acara. Budaya Indonesia merupakan jati diri bangsa yang mampu menjadi perekat bagi berbagai elemen dalam bangsa. Budaya Indonesia memiliki kedalaman dan keluhuran, contohnya adalah penggunaan kata “budaya” yang berasal dari kata “buddhi” dan “hridaya”, kata yang mengawinkan antara pikiran jernih dan perasaan. NIM adalah organisasi yang berasal dari berbagai kalangan yang peduli akan hal ini. Mas Kiki menutup sambutannya dengan ajakan untuk kembali mengingat budaya Nusantara dan menjadikannya sebagai landasan.

Setelah jeda lagu, giliran Pak Eko Praseto, SH dari Lestari Indonesia, mantan aktivis mahasiswa, yang mengisi acara. Pak Eko memulai dengan pertanyaan : “Masih adakah harapan?”. Pak Eko mengakui bahwa sebagian besar orang masih mempunyai harapan akan kejayaan Indonesia, walaupun alasannya masih bersifat mitologis seperti terlihatnya cahaya keemasan di Parangtritis. Terlepas dari besarnya harapan, lantas apa? “What should we do?” Apa hanya “mimpi terus onani,” kelakarnya. Saat ini, begitu banyak yang belum kenal, apalagi cinta Indonesia. Menurutnya, Indonesia yang ada saat ini lahir karena adanya VOC. Indonesia yang lahir adalah suatu perjuangan, suatu semangat untuk hidup lebih baik, semangat mengatasi penindasan. Indonesia sedang mengalami banyak masalah. Oleh karena itulah, Pak Eko mengajak kita untuk berubah. Pak Eko juga menyerukan untuk menyelamatkan Jogja “Kota Pendidikan”, karena tanpa Jogja, Indonesia akan sulit untuk bangkit. Pak Eko menutup pembicaraannya dengan kalimat “Banyak yang memikirkan, banyak yang meramalkan, banyak yang mengharapkan, dan BANYAK YANG MELAKUKAN maka Indonesia akan jaya.”

Berikutnya adalah acara utama yaitu Guruji Anand Krishna. Guruji memulai dengan kelakar bahwa jika beliau lahir lagi, beliau akan menjadi murid Pak Damarjati Supadjar, yang disambut gelak tawa dan tepuk tangan. Guruji membahas tentang Panembahan Senapati dan buku “Sejarah Tatar Sunda”. Buku “Sejarah Tatar Sunda” ditarik dari pasaran karena isinya yang luar biasa. Buku ini membahas penelitian tahun 1995-1996 tentang prasasti-prasasti di daerah Pasir Angin, Jawa Barat, yang membuktikan Raja Sanjaya pernah memerintah di sana. Kemungkinan besar prasasti-prasasti itulah yang dibaca oleh Panembahan Senapati saat ia mencari landasan bagi negaranya. Guruji memberikan analogi bahwa bila kita ingin menanam pohon, kita harus menyediakan tempat untuk akarnya. Semakin dalam akarnya, akan semakin tinggi pohonnya. Baik Soekarno maupun Senapati melakukan hal yang luar biasa dengan menggali jauh ke dalam. Landasan yang dipakai Sanjaya pada tahun 700 M, dipakai kembali oleh Senapati 900 tahun kemudian.

Lebih lanjut, Guruji membahas tentang nilai-nilai budaya Indonesia yang sudah ada sejak dulu. Buktinya adalah DNA manusia Indonesia yang merekam nilai-nilai budaya tersebut. Penelitian di Bali membuktikan bahwa gen Indonesia mirip dengan gen India (yang memiliki kemiripan budaya). Gen Indonesia tidak mirip dengan gen Arab, gen Barat, atau gen Cina. Itulah salah satu sebab tidak akurnya hubungan antara orang Cina dan orang Indonesia. Sayangnya masih banyak pihak yang belum menyadari keberadaan Indonesia sejak dulu, dan berpendapat bahwa Indonesia baru berumur 80 tahun sejak Sumpah Pemuda. Guruji lebih menyetujui pendapat Soekarno bahwa Indonesia telah pernah ada sebelumnya yaitu sebagai Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Bahkan Kerajaan Mataram pun merupakan cikal bakal Indonesia.

Lebih lanjut tentang budaya Indonesia, Guruji menyatakan terima kasihnya kepada sejarahwan Prancis, Coedes, yang membuktikan keberadaan Kerajaan Sriwijaya di wilayah Indonesia. Ketiadaan catatan sejarah sempat membuat kita mengira bahwa Sriwijaya berpusat di daerah Thailand. Namun saat ini sudah banyak hal yang membuat kita terkagum-kagum seperti fakta bahwa arsitek kuil Angkor Wat berasal dari Indonesia dan fakta kesimetrisan sempurna dari Candi Borobudur yang dibuat tanpa komputer. Khusus tentang Candi Borobudur, Guruji menyinggung tentang ukuran manusia Jawa saat itu mencapai 12-15 ft (lebih dari 3 meter). Buktinya adalah relik gigi Siddharta Gautama yang berukuran 3 kali gigi kita sekarang (ingat bahwa gen India mirip dengan gen Indonesia) serta ukuran tangga Borobudur yang tinggi. Jadi selama 800-1000 tahun terakhir, terjadi pengerutan ukuran manusia Indonesia. Ada sesuatu yang telah terjadi. Tapi syukurlah, generasi muda saat ini mulai membesar kembali, bukan karena gizi, tapi karena ada sesuatu yang terjadi.

Dengan gayanya yang khas, Guruji langsung beralih ke masalah teknologi. Beliau menyatakan bahwa banyak penemuan yang disembunyikan dari publik. Contohnya adalah video recorder dan handphone yang telah ada sejak Perang Dunia II tapi baru diumumkan tahun 70an. Fakta teknologi terbaru yang disembunyikan adalah adanya 200 manusia hasil kloning di Amerika Serikat, bahkan ada yang sudah berumur 30 tahun. Masalah teknologi ini kemudian dihubungkan dengan budaya Nusantara. Guruji membahas tentang tradisi menanam ari-ari di Nusantara. Kenyataannya, mulai tahun ini Singapura mulai memberlakukan penyimpanan ari-ari dengan biaya 100000 dolar Singapura. Ari-ari ini merupakan sel-sel murni tanpa kontaminasi, yang bisa digunakan untuk menolong si bayi jika kelak dia mengalami masalah kesehatan. Injeksi sel ari-ari ini memberikan harapan hidup 90 % jika kelak si bayi mengalami masalah kesehatan yang serius. Ada kemungkinan bahwa leluhur bangsa Indonesia mengetahui hal ini dan melakukan penanaman ari-ari sebagai cara freeze tradisional, sebagai cara untuk memanfaatkan energi dari ari-ari.

Bukti lain keluhuran budaya Indonesia adalah mengenai penghargaan kepada wanita. Semboyan “Bende Mataram”, yang dicetuskan oleh Sanjaya dan diabadikan menjadi nama gong oleh Sultan Agung, merupakan penghargaan kepada sosok Ibu Pertiwi. Sanjaya tahu persis bahwa hubungan batin antara anak dan Ibunya tidak mungkin bisa diputuskan. Ingat bahwa, tiap manusia memiliki kromosom X dari ibunya, kromosom yang menyuplai energi bagi manusia. Serat Centhini menyadari hal ini dengan pernyataan : “Manusia sempurna menemukan wanita dalam dirinya”. Selain itu, Guruji menyatakan “Shiva memiliki Shakti. Shiva tanpa huruf ‘I’ dalam Shakti, hanyalah Shava (mayat)”. “Itulah sebabnya tidak ada laki-laki yang kuat sendiri, mereka membutuhkan pendamping, sahabat, istri,” sindir Guruji.

Setelah cukup memukau para peserta acara, tiba-tiba Guruji berbelok ke pembahasan buku “The World is Flat”. Buku ini membahas tentang globalisasi yang terus bergulir dan efeknya terhadap berbagai negara. Menurut buku ini, yang mampu bertahan adalah negara-negara yang inovatif. Disebutkan juga bahwa India dan Cina akan menjadi negara superpower pada 2012. Guruji memperingatkan bahwa Indonesia akan menjadi sangat rapuh di era globalisasi bila tidak memiliki pegangan yang kuat. Faktanya saat ini kita sudah mulai diserang dengan berbagai perda syariat yang tidak selaras dengan budaya Nusantara. Banyak yang melupakan bahwa landasan agama dan regional tidak mampu memerdekakan Indonesia. Hanya Pancasila yang mampu menjadi landasan bagi Indonesia. Landasan kebersamaan-lah yang menjadikan 10 orang berani mewakili Indonesia dalam Proklamasi Kemerdekaan. “Proklamasi paling kege-eran,”kata Guruji.

Salah satu bagian yang dibacakan Guruji dari buku “The World is Flat” adalah tentang kemampuan “glocalize” atau kemampuan untuk mengolah nilai budaya luar agar sesuai dengan budaya lokal. Sejak dulu, bangsa Indonesia telah memiliki kemampuan “glocalize”. Buktinya adalah kisah Bharatayudha dan Ramayana versi Indonesia yang berbeda dengan versi India. Ada juga Mpu Tantular yang mengembangkan 1 paragraf cerita di India menjadi ribuan sloka cerita Sutasoma untuk menyampaikan pesan perdamaian dan kebangsaan. Bahkan agama pun kita “glocalize”. Islam Indonesia berbeda dengan Islam Arab, Katolik Indonesia berbeda dengan Katolik Roma.

“Cinta terhadap negara adalah bagian dari iman,” demikian bunyi salah satu hadits yang ditolak mentah-mentah oleh Muhammad Natsir. Menurut Natsir, hadits tersebut adalah tahi kucing. “Kalau begitu saya jauh lebih parah daripada tahi kucing karena cinta terhadap Indonesia adalah iman saya,” seru Guruji yang disambut gelak tawa dan tepuk tangan meriah. Bagi Guruji, Indonesia adalah Ibu sekaligus Kekasih. Guruji menyatakan kebanggaannya atas Indonesia karena kemampuan “glocalize”-nya. Tidak terjadi perang antara penganut Syiwa dan Buddha di Indonesia, bahkan budaya lokal seperti wayang dapat disatukan dengan acara sunatan.

“Saya mencintai Islam, Islam adalah agama saya, bukan Arab Saudi! Dalam 100 tahun terakhir, tidak ada tokoh yang bisa dibanggakan dari Arab Saudi!” kata Guruji dengan keras. Buku “The World is Flat” membenarkan kelemahan Arab Saudi yang diakibatkan ekslusivitas mereka. Buku tersebut bahkan menyarankan kepada Indonesia dan Malaysia bahwa untuk menjadi besar, mereka tidak boleh meniru Arab Saudi. Dalam Arab Saudi sendiri, sudah muncul suara-suara yang menghendaki adanya perubahan. Pada tahun 2004, sempat muncul artikel di koran Arab Saudi berbahasa Inggris, yang mengkritik pola pikir eksklusif dan sistem pendidikan Arab Saudi. Si penulis artikel menghendaki perubahan dalam sistem pendidikan Arab Saudi yang hanya mengajarkan tentang peradaban Arab sejak kelas 5 sampai kelas 12. Dari kecil, anak-anak di Arab Saudi sudah diracuni dengan kebenaran sepihak yang eksklusif yang akan menjadikan mereka berpikiran sempit.

Tiba-tiba Guruji mengkritik keras peran mahasiswa saat ini. “Mahasiswa sekarang kurang cerdas! Kurang minum susu! Yang harusnya didemonstrasikan adalah ketololan kita.” Menurut Guruji, mahasiswa sekarang tidak mampu melihat pokok persoalan. Mahasiswa tidak menyadari adanya kepentingan dagang yang terselubung di balik konflik-konflik regional yang berbau agama. Konflik Israel-Lebanon merupakan contoh adanya kepentingan dagang negara produsen senjata (Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, RRC yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB). Lihat saja, Israel memperoleh senjata dari Amerika, sedangkan Hizbullah memperoleh senjata entah dari mana, padahal Hizbullah tidak mewakili Lebanon. Nyaris tidak ada mahasiswa yang mempertanyakan tentang asal senjata Hizbullah dan tidak populernya Hizbullah yang radikal di mata rakyat Lebanon. Guruji mengkhawatirkan keadaan Indonesia yang mulai menjurus ke pembentukan kelompok-kelompok radikal yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dengan negara tetangga. Bila konflik tersebut terjadi, jumlah penjualan senjata di daerah Indonesia akan mencapai 100 kali lipat penjualan senjata di Libanon-Israel.

Guruji juga mengingatkan bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk mencegah ekslusivitas ala Arab Saudi merajalela di Indonesia. Kita harus mencegah munculnya orang-orang semacam Amrozi yang berpendapat bahwa dirinya yang benar dan yang lain hanyalah bangsat. Sudah saatnya kita menggali kembali budaya Nusantara, menggali kembali kebiasaan-kebiasaan Nusantara. Budaya Nusantara senantiasa memberi kesempatan pada kita untuk mengoreksi kesalahan. Guruji memberi contoh penggunaan kata untuk memarahi orang lain. Tradisi Nusantara sering kali memarahi orang dengan kata “Kurang ajar!” atau “Ora Kromo”, kata-kata ini memiliki makna implisit untuk mengingatkan orang untuk belajar lagi menjadi lebih baik. Bandingkan dengan tradisi Arab yang langsung memarahi orang dengan kata “haramzadah!”, yang secara implisit menyalahkan orang tua. Menutup pembicaraannya, Guruji mengingatkan bahwa apapun agama yang kita anut, kita berbangsa dan berbudaya Nusantara. Perlu diingat pula bahwa Wahabi yang dianut oleh Arab Saudi merupakan mazhab yang tidak populer. “Bila Wahabi masuk dan merusak Indonesia, itu karma Anda! Saya sudah memperingatkan,” tutup Guruji

Paparan Guruji disambut dengan tepuk tangan meriah. Mbak Ikky bahkan mengatakan bahwa ketika Guruji berbicara, pastilah para pendengarnya hanya bisa berkata “Oh iya, ya” dan menganggukkan kepala. Setelah itu, Pak Eko diberi kesempatan berkomentar. Pak Eko menyatakan setuju bahwa semua hal haruslah berakar budaya. Pak Eko menambahwakan bahwa hubungan antara orang-orang yang berbeda pola pikir saat ini, harus lebih manusiawi.

Di luar dugaan, Mbak Ikky memberikan kesempatan kepada Pak Damarjati Supadjar untuk berbicara. Kali ini Pak Damarjati betul-betul memberikan kejutan yang luar biasa! Beliau menceritakan pertemuannya dengan seorang insinyur yang mampu merancang generator listrik tanpa bahan bakar! Insinyur tersebut mengalami konflik batin karena harus bekerja sama dengan orang-orang yang hanya mementingkan keuntungan materi. Insinyur tersebut akhirnya menemui Pak Damarjati setelah bermimpi bahwa ia harus memakai gethek dari kayu damar untuk menyeberangi sungai. Pak Damarjati berhasil meyakinkan insinyur tersebut untuk berkarya demi Ibu Pertiwi. Saat ini, Pak Damarjadi telah mulai menghubungi tokoh-tokoh nasional seperti Subur Budi Santoso (Partai Demokrat), Hendropriyono, dan Siswono Yudo Husodo dalam rangka mencari dana 5 miliar rupiah untuk membangun generator tersebut. Dalam kesempatan Temu Hati ini, Pak Damarjati mengajak NIM untuk bekerja sama!!!

Tentu saja ajakan Pak Damarjati disambut tepuk tangan yang meriah. Luar biasa!
Berikutnya, Mbak Ikky memberikan kesempatan untuk tanya jawab kepada 6 orang. Berikut adalah daftar pertanyaan dan jawaban oleh Guruji :

Penanya : Iqrom
Pertanyaan: 

Agama + uang = tragedi
Agama + politik = konflik
Agama + budaya = harmoni
Tapi bagaimana membangun negara Indonesia bila di tingkatan grassroot, masyarakatnya masih berbasis agama? Apakah NKRI akan bertahan bila digoncang bencana di 10 tempat?

Jawaban:
Bung Karno menganjurkan kita untuk bernegara dan berbangsa dengan budaya, apapun yang kita lakukan haruslah dilandasi budaya. Sir Stamford Raffles dalam buku History of Java, menganjurkan cultural approach bila ingin menjajah Indonesia. Dewantara mengatakan bahwa Pancasila adalah saripati budaya. Mereka menyadari bahwa setiap hal harus dilandasi budaya, bahkan dalam beragama. Kita tidak butuh kolom agama dalam KTP. Masalah identitas agama pernah terjadi di Bombay pada tahun 1993 dan diselesaikan secara ajaib oleh seorang banci. Banci tersebut berada di tengah kelompok Hindu dan kelompok Islam yang sedang bertikai. Ketika ia ditanya beragama apa, ia menjawab “Mana saya tahu? Tuhan saja belum menentukan siapa saya!”
Kabar baiknya adalah agama-agama yang berkembang di Indonesia umumnya sudah mengalami penyesuaian dengan budaya Nusantara. Contohnya Islam Indonesia berbeda dengan Islam Arab Saudi. Mazhab Syafi’I diterima di Indonesia tapi mazhab Hambali yang keras, ditolak. Ada pula gereja di Bali yang memberi gelar Ida Bagus kepada Yesus, Yusuf, dan Maria.
Landasan Indonesia pun kuat, yaitu Pancasila yang sempat diusulkan menjadi dasar Piagam PBB.
Saat ini, kita butuh 10 orang yang berani mati demi negara. Jadilah seperti Yesus yang berani memanggul salib. Sudah saatnya kita berhenti berjualan agama. Esensi tiap agama adalah sama. Ingat Bhinneka Tunggal Ika.

Penanya :Kristanto
Pertanyaan : Apa yang bisa kita lakukan bila kita masih terpenjara peraturan-peraturan hukum yang ekslusif?

Jawaban :
Basisnya adalah pendidikan. Kita harus mulai dari mendidik generasi muda dari awal. Pendidikan Budi Pekerti perlu dimasukkan dalam kurikulum. Biarlah madrasah dan orang tua yang mengurus pendidikan agama. Kita perlu mengirimkan petisi untuk meminta adanya Pendidikan Budi Pekerti!

Penanya : Widiasto
Pertanyaan :Sepertinya ada aspek yang kurang dibahas oleh Bapak yaitu mengenai perjuangan di dunia internasional. Bagaimana perjuangan politik melawan kolonialisme internasional?

Jawaban :
Saat ini seperti kita ketahui bahwa kondisi sudah sangat kompleks. Kolonialisme juga masuk lewat budaya. Oleh karena itulah, kita perlu memperkuat landasan budaya dulu.

Penanya : Marni
Pertanyaan : Sebagai dosen, saya prihatin. Apa yang bisa saya lekukan untuk wawasan budaya dan bangsa? Apa NIM bisa masuk ke kampus Sanata Dharma?

Jawaban :
Pendidik adalah kunci, seperti dalam hal pendidikan budi pekerti dan menanamkan nilai-nilai budaya. Silakan, kapan saja.

Penanya : Priyadi
Pertanyaan : Bagaimana mengembangkan budaya pemahaman?

Jawaban :
Budaya tidak bisa lepas dari laku. Kalau hanya berpikir, maka hanya akan menjadi filsafat yang enak didengar, tapi tidak bisa dipraktekkan.

Penanya : Prapti
Pertanyaan : Bagaimana mengembangkan cinta terhadap budaya pada anak muda?

Jawaban :
Budaya harus dipraktekkan dalam tiap hal. Berpacaran yang berbudaya, itu bisa diterapkan pada anak muda. Kita akan mengadakan workshop tentang pacaran yang berbudaya. Itu salah satu contoh pemberdayaan anak muda.

Guruji menutup jawabannya dengan suatu ajakan untuk berani mati demi Ibu Pertiwi. Pada kesempatan ini, Guruji juga meminta Pak Damarjati Supadjar untuk menjadi Penasehat NIM Pusat, untuk memberikan nasehat pada anak-anak muda yang bekerja di NIM.

Sebelum acara diakhiri, Mbak Ikky memberikan kesempatan untuk Pak Eko untuk berkomentar. Menurut Pak Eko, perjuangan belumlah usai. Semangat Guruji untuk berani mati haruslah ditiru oleh anak-anak muda. Sebelum usai, Pak Eko mengajak kita semua untuk bekerja mewujudkan potensi Indonesia, mewujudkan mimpi bersama.

Akhirnya pada pukul 17.00 WIB, acara ditutup.Luar Biasa! Guruji begitu blak-blakan. Teman-teman NIM dan AKC bahkan sampai terbengong-bengong. Terima kasih kepada teman-teman yang berusaha keras mewujudkan acara ini.

[Terima kasih teman-teman JOMBLOSEMAR (Jogja, Magelang, Solo, Semarang). Maaf, ini akronim baru karena banyak yang jomblo di antara teman-teman AKC Joglosemar.]

Terima kasih Guruji
Bende Mataram !
Indonesia Jaya !