Dari “N. W. Suriastini”
Salam teman-teman,
Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah terjemahaan karya dari Hazrat Inayat Khan “Dimensi Mistik Musik dan Bunyi”, saya sangat tersentuh ketika membaca penuturan beliau berikut ini:
“Saya berhenti bermain musik karena dari situ saya telah mendapatkan semua yang pantas saya terima. Untuk melayani Tuhan seseorang harus mengorbankan miliknya yang paling dicintainya, dan saya mengorbankan musik saya, hal yang paling saya cintai”
Penuturan Inayat, diatas memberikan saya insight baru bahwasannya, kalau kita hendak berkonban untuk Nya haruslah segala sesuatu yang kita “miliki”. Bukan hanya yang kita miliki, tapi, dari semua itu, haruslah milik yang paling kita cintai.
Saya pun introspeksi diri, apasih yang saya miliki? kemudian saya teringat pada “offering meditation”, yang diajarkan Bapak. Semua yang “baik, menyenangkan” terjadi karena kehendak Nya, dan untuk ini kita perlu mengucapkan terima kasih, syukur pada Nya. Tapi kemarahan, benci, kesombongan, ketamakan, iri hati dll adalah hal-hal yang sesunguhnya demikian melekat dan menguasai diri kita, milik kita (milik yang paling kita “cintai” mungkin, sehingga demikian sulit kita singkirkan/buang” ) maka inilah yang dapat dan perlu kita persembahkan pada Nya, tanpa perlu malu. Karena Dia, melapoi dualitas, baik dan buruk, maha penerima dan pendaur ulang.
Ketika saya berkunjung ke makam Hazrat Inayat Khan di New Delhi pada pertengahan bulan Desember 2005, didinding luar makam ada gambar hati (jantung) yang besayap (mirip sayapnya gambar-gambar angel), ketika saya tanyak Pak Krishna tentang artinya, beliau mengatakan bahwa gambar itu menujukkan “hati yang meluas”. Kembali tentang pengorbanan, kita memerlukan “Hati yang Meluas” untuk bisa menerima pemahaman baru tentang pengorbanan ini.
Maaf, keluapaan untuk sharing sebelumnya, Bulan Desember kemarin selama 12 hari, saya bersama-sama Pak Krishna dan 14 teman-teman lain dari Anand Ashram, Anand Krishna Center (AKC) Semarang, AKC Solo, AKC Jogja, AKC Denpasar dan juga ada seorang teman dari egroup yang dulunya tinggal di Australia dan sekarang sudah kembali ke Bali, melakukan perjalanan ke India, Nepal dan Malaysia. Dan salah satu tempat kami kunjunjungi adalah makam Hazrat Inayat Khan.
Sedikit tentang perjalanan ke India kemarin, melihat perkembangan Ashram sejak berdiri sampai sekarang, dalam usianya yang ke 16 tahun, demikian mengharukan bisa menyaksikan teman-teman dari berbagai kota dan juga “dunia maya” bisa ikut dalam perjalanan spiritual ke India kali ini. Ini menunjukkan mulai tumbuhnya benih-benih kesadaran yang ditebarkan oleh Pak Krishna dan juga sekaligus menunjukkan kesiapan dari kepulauan Nusantara untuk menerima benih-benih yang Bapak taburkan. Bagi saya pribadi perjalanan ini adalah perjalanan pertama saya bersama-sama Bapak ke India. Untuk ini, saya pribadi mesti menuggu lebih dari 10 tahunan, diperlukan kesiapan.
Dari Didit Palgunadi (diditismoyo@yahoo.com)
PERJALANAN KE BHARAT
Ketika memutuskan untuk ikut dalam Anand Ashram India Tour 2005 lalu, saya teringat film serial silat mandarin si Kera Sakti Sun Go Kong yang bersama kedua temannya: Pat Kai dan Wu Ching, menemani Sang Guru-Tong Sam Chong untuk mengambil kitab suci ke Bharat (India). Tentu ini bukan perjalanan mengambil kitab suci, dan kami juga bukan Sun Go Kong dkk hehehehehe…tapi bagi saya pribadi kata “India” sudah memberikan efek “getar” tertentu hihihihihihi…
Berikut ceritanya:
Mengawali kunjungan di India kami pergi ke tempat-tempat yang sangat istimewa di New Delhi, yaitu: makam sufi Hazrat Inayat Khan dan Lotus Temple (tempat ibadah umat Baha’i). Makam sufi Hazrat Inayat Khan terasa cukup lapang dan kebetulan saat itu tidak ada pengunjung lain selain rombongan Guruji. Setelah memanjatkan doa dan hening sejenak, kami menyempatkan berfoto bersama. Sedangkan Lotus Temple sungguh suatu bangunan yang sangat cantik! berbentuk bunga teratai yang dikelilingi dengan kolam air dan taman-taman menjadikannya sangat istimewa. Ketika memasuki bangunan tersebut, pengunjung diharap tenang dan tidak berbicara, dan ketika kami memejamkan mata, sempat dilantunkan sebuah kidung do’a yang sangat menyentuh dan indah (walau kita tidak mengerti bahasanya…), yang menyadarkan bahwa bahasa hati melampaui kata-kata…
Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Sravasti, dimana kami megunjungi Taman Jetavana dan Goa Augulimala. Taman Jetavana adalah tempat Sang Buddha Gautama sempat menghabiskan beberapa waktu musim hujan di Sravasti. Disini terdapat Pohon Bodhi yang ditanam oleh Ananda, salah seorang murid Sang Buddha, memenuhi permintaan Anathapindika (seorang pedagang dari Sravasti) dkk yang merindukan sosok Sang Guru yang saat itu sering bepergian dan tidak berada di Sravasti. Tempat ini sungguh indah dan luas walau bangunan-bangunan yang ada sudah tidak utuh lagi.Di Sravasti kami juga sempat mengunjungi beberapa temple yang dibagun komunitas Buddhis dari Myanmar dan Korea. Bahkan seorang bhikuni dari Korea sangat gembira menerima kunjungan kami dan terkesan ketika mengetahui rombongan kami bukan hanya dari kalangan Buddhis tapi dari berbagai pemeluk agama lain: Islam, Kristen Hindhu, dan Buddha…sungguh indah!
Kemudian di Lumbini yang masuk wilayah Nepal, kami mengunjungi tempat kelahiran Siddharta Gautama dan menyaksikan pilar Ashoka. Di Kushinagar, kami mengunjungi tempat dimana Buddha mengalami Mahaparinirvana. Disini juga terdapat berbagai temple yang dibangun oleh komunitas Buddhis dari berbagai negara seperti Thailand, Myanmar, dll.
Dua tempat lain yang sangat mengesankan adalah : Bodhgaya dan Sungai Gangga. Bodhgaya adalah tempat dimana Siddharta mengalami pencerahan dan menjadi “Buddha”, Ia yang sudah Terjaga. Kami mengunjungi Mahabodhi Temple yang sangat cantik dan sempat tertimbun selama 200 tahun… dan yang istimewa kami mendapatkan kesempatan untuk duduk hening dibawah Pohon Bodhi…Kompleks temple ini sungguh indah dan banyak para biksu melakukan ritual mengelilingi temple ini yang mengingatkan saya pada ritual mengelilingi Ka’bah saat umat Islam melakukan ibadah Haji. Kidung do’a yang dilantunkan para peziarah yang mengalun merdu menambah syahdunya suasana sehingga ketika kita memejamkan mata enggan rasanya membukanya kembali…..
Dan Sungai Gangga…ah…sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata. Ditepinya terdapat berbagai temple dengan arsitektur cantik khas India bagaian sebuah lukisan panorama…dimana terdapat para yogi dan sadhu melakukan ritualnya masing-masing. Di sungai ini kami sempat menikmati pemandangan terbitnya matahari di perahu yang kami tumpangi.
Tapi yang paling istimewa bagiku adalah perjalanan ini sendiri, dimana aku diberi kesempatan untuk melakukan perjalanan tur spiritual bersama seorang Guru, yang mungkin tidak dapat terjadi dalam setiap masa kehidupan….terima kasih Guruji…ini adalah perjalananku ke luar negeri yang pertama dan limpahan berkah kuterima dengan keberadaanMU…shukraan…shukraan..
Sembah sujudku padaMU
Salam,
didit
Dari Chicha (chichabali@yahoo.com)
Incredible India
Perjalanan kali ini adalah perjalanan kedua bagi saya bersama Bapak Anand Krishna dan teman-teman di Ashram, yang sebelumnya saya turut serta perjalanan ke Cina. Merasakannya bersama-sama teman-teman seperjalanan adalah hal yang tak terungkapkan karena setiap perjalanan memiliki keunikan dan pengalaman tersendiri. Kata-kata tak dapat menggambarkan apa yang terlihat saat itu, 17-29 desember 2005. dengan cuaca yang sangat dingin berkisar 9-15 derajat celcius, kami menapaki kembali situs-situs penting Sang Budha dari tempat kelahirannya, pencerahannya, hingga kematiannya.
Kumel kata yang selalu terngiang di telinga tak pernah lepas. Sepanjang mata memandang yang ada hanya kekumuhan, kumuh kataku? Itukan hanya persepsimu kataku, india tidak memakai make up tebal untuk memperlihatkan kecantikannya. Memancar apa adanya… itulah yang terpancar sepanjang perjalanan ke Bharat, keindahan dan eksotik yang tak tergambarkan.tidak seperti Indonesia yang memolesnya dengan hutang yang tak kunjung berakhir.
India sebuah tempat yang tak pernah saya bayangkan dapat menghirup udaranya, meminum airnya dan merasakan kesatuan peradaban yang tak dapat diingkari. Kesatuan peradaban!… yah itulah yang membuat saya menemukan kembali potongan memori yang hilang dari Indonesia. Saat memasuki setiap situs-situs Arkeologi, saya dapat merasakan ada perbedaan antara situs-situs Arkeologi di India dan Indonesia. Saya merasakan bahwa India sangat menghargai situs-situs peninggalan Arkeologi sebagai sesuatu yang sangat berharga sebagai bukti object sejarah bangsanya dan peninggalan leluhur mereka, bukan saja peninggalan salah satu agama yang berkembang saat ini. Sehingga karakter manusia penerusnya terbentuk dan dapat mengingat selalu bahwa mereka mewarisi suatu peradaban yang sangat tinggi.
Terutama ketika kita memasuki museum, jelas sekali mereka sangat menjaga peninggalan-peninggalan bersejarah, dan dengan sangat detail guide dapat menerangkan sesuatu benda ataupun bangunan artefak yang terdapat di dalamnya. Baik secara ikonografinya maupun spirit yang melandasi suatu artefak atau monumen yang dibuat oleh nenek moyang mereka. Seolah-olah mereka sedang menceritakan identitas India itu sendiri. Luar biasa, maaf saya tidak menemukannya di Indonesia walaupun saya belajar arkeologi sayapun tak dapat memberikan spirit seperti itu. Karena saat saya belajar saya hanya mempelajari artefak-artefak sebagai artefak atau benda mati, dan memberikan batasan ini living monument (masih pergunakan seperti besakih di Bali),dan yang ini death monument (seperti candi-candi di Jawa) bukan spirit yang tersurat dari tekhnologi, wawasan, dan budaya dibalik terciptanya artefak atau bangunan yang ada tersebut yang telah dibuat oleh nenek moyang kita.
Contohnya Borobudur, Prambanan dan candi-candi lainnya di nusantara ini. Pernahkan dari kita apabila kita berdharma wisata mengunjungi candi-candi tersebut dapat memasuki alam zaman saat candi-candi itu dibangun dan merasakan betapa tinggi ilmu pengetahuan dan spiritual yang dimiliki oleh leluhur kita beberapa ratus tahun yang lalu? Pernahkah bertanya mengapa relief karmawibhangga dipahatkan di kaki candi Borobudur sepanjang 140-an panel lebih? Apa hanya untuk sekedar asesoris belaka atau untuk apa? Mengapa relief seperti tsb tidak menghiasi tempat-tempat peribadatan yang akhir-akhir ini dibuat? Kalau tidak suka dengan bentuk relief yang sdh tdk modern barangkali kita bisa merubahnya dengan relief yang sedikit dikomikkan atau dimodernkan barangkali…hahaha… sekedar pikiran yang berkecamuk saat melihat keindahan artefak-artefak di India yang juga kita miliki di Indonesia.
Bukan itu saja tentang penghargaan terhadap para pahlawan, India memberikan tempat yang sangat tinggi dalam arti mereka sangat menghargai apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu mereka terbukti dengan begitu terawatnya dan banyaknya orang-orang India berkunjung ke tempat-tempat tugu atau monumen perjuangan seperti Gandhi monument. Dan juga dalam kesempatan ini kami mengunjungi temple mother India, sebuah temple yang tidak ada patung tidak ada altar melainkan ditengah-tengahnya berisi map of India lengkap beserta countur-countur tanah dan datarannya sebagai symbol Bumi pertiwi atau ibu India yang mereka puja, bukan Ibu lainnya.
Setiap saat adalah perjalanan yang mengesankan ketika kami turun dari bis alam pikiran kami diajak untuk berkelana +2500 tahun yang lalu. Berjalan untuk merasakan suasana yang terjadi saat-saat Sang Budha menjalankan dan mengajarkan kehidupan. Dari tempat kelahiran beliau, kematian beliau dan juga tempat-tempat bersejarah di mana beliau pernah menolak undangan seorang raja dan lebih menerima undangan seorang prostitude untuk bertamu ke rumahnya. Suatu pelajaran yang sangat berharga yaitu keberaniannya yang luarbiasa, bisa kita bayangkan jika hal tersebut terjadi saat ini di negara kita? Sambil menikmati perjalanan, tak lupa chapati selalu jadi cemilan yang nikmat walau udara yang sangat dingin menembus tulang tapi tidak mematahkan semangat untuk merasakan pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti
Hal yang juga sangat berkesan adalah saat saat berada di sebuah pohon Bodhi yang ditanam oleh ananda. Saat itu Guide kami yang kebetulan bernama Anand menceritakan tentang pohon Bodhi yang berada di hadapan kita. Pohon bodhi yang ditanam oleh Ananda salah seorang murid Budha. Ada percakapan yang membuat saya tertegun. Saat itu Ananda sebelum menanam pohon bodhi bertanya kepada sang Budha. Apakah suatu saat dia akan menemukan pohon bodhi seperti yang Guru dapatkan? Saat itu sang budha menjawab bahwa anandapun akan dapat mempunyai pohon bodhi itu sendiri. Saat ini mulailah menanam dan sirami terus pohon bodhi hingga kokoh dan berakar kuat dalam dirimu. Anandapun bersujud kepada Sang Budha, memahami pohon bodhi yang berada di dalam dirinya.
Disamping cerita-cerita yang kami dapatkan dari informasi Guide, pengalaman-pengalaman unik yang tiba tiba kami sadari adalah berkemas-kemas. Mungkin itulah tema perjalanan kali ini. Tiada hari tanpa berkemas-kemas dalam hidup ini. Semalam disini semalam pindah lagi di hotel lain dan semua kebanyakan dilakukan dengan Bus Tour. Bayangkan saja dalam 12 hari kami mengunjungi 3 negara sekaligus dan dengan cuaca yang tidak menentu. Sehingga satu persatu dari kami mengalami drop dan bergilir jatuh sakit, baik sakit tenggorokan maupun sakit flu. Tapi memang sangat luar biasa, masing-masing teman dalam perjalanan saling memperhatikan dan memberikan kekuatan baik obat-obatan dan perhatian. Trimakasih ma Upassana, ma Archana, pak dr Sayoga, Bastian, komang dan teman-teman yang lain. Saat itu arti kebersamaan menjadi pelajaran tersendiri…
Saat itu pula hati merintih ketika menyadari perhatian dan pengorbanan Bapak begitu Besar dan sangat luar biasa. Dalam keadaan sakit Beliau tetap menemani kami. Tetap menuntun kami, dan menjaga kami. Semua kejadian itu membuka mata kami yang tak memahami arti cinta dan kasih Beliau selama ini.
Debu yang tebal juga sangat mengganggu hidung kami yang tidak terbiasa dengan keadaan seperti itu, sangat menyesakkan. Sekilas terlihat Bapak Anand Krishna menutup hidung dengan tissue…lucu banget..so qiut, tapi sekejap aku menirunya dan lumayan hidung tidak sesak lagi. Trimakasih Bapak…
Dalam perjalanan dengan Train selalu terdengar suara teriakan yang mengagetkan “Awaasss ranjau…”teriak Ma Upasana…hahahaha mami memang super women, hebat banget..beliau membawa Ransel di depan dada dan dua tangannya menarik 2 tas India Tour Sambil berteriak. Saat itu saya menggeleng-gelengkan kepala melihat kewaspadaan ma Upassana yang luar biasa…padahal saat itu pagi-pagi buta kita semua sudah berjalan dari depan stasiun menuju ke gerbong kereta api yang jaraknya sangat jauh kurang lebih 500 meter naik turun tangga penghubung.
Saat menunggu Train datang, sempat terkaget-kaget juga saat melihat kanan kiri ada rombong atau gerobak berjualan buku-buku. Kagetnya lebih-lebih lagi saat Bastian bertanya tentang buku Osho dan penjualnya mengatakan ada. Sambil menyodorkan setumpuk koleksi lengkap Osho yang berharga sekitar 15-25 ribu. Tiba-tiba saat yang bersamaan teman-teman mengerubungi gerobak tersebut dan hunting buku-buku spiritual yang lainnya. Bayangkan saat itu subuh-subuh sudah berjualan dengan gerobaknya, bukan buku-buku porno yang dijual melainkan buku-buku spiritual. Alamak..hancur sudah gambaran ttg kios-kios buku seperti di Indonesia yang menjual majalah-majalah pornografi sehingga mungkin di India tak perlu ribut mengenai Rancangan Undang-Undang Pornografi segala. Seandainya di Indonesia juga dijual buku-buku spiritual seperti itu tdk mahal dan tidak sulit untuk mendapatkannya seperti buku-buku ranggowarsito, ki hajar dewantara, mpu Tantular, Mangku negoro, Dharmakirti, dan seabrek tokoh-tokoh spiritual lainnya yang bertebaran di Nusantara. Tentu kita dapat mempelajari kebijaksanaan dari pengalaman-pengalaman hidup beliau yang memang teruji oleh alam Nusantara.
Di train itu dari varanashi menuju New Delhi kebetulan saya berkenalan dengan Tom seorang Bagpacker dari Belanda dan seorang lagi dari New Delhi. Banyak hal yang kami perbincangkan termasuk alasannya berjalan2 ke India. Dia mengatakan bahwa banyak hal dalam hidup ini yang kita alami termasuk kesempatan untuk melihat dunia luar untuk merasakan bagaimana berinteraksi dengan orang-orang di belahan dunia lainnya. Banyak orang mengejar uang , dan setiap saat bekerja mati-matian mengejar status dan melupakan hal yang satu ini.sampai suatu ketika saat pensiun, ternyata tidak kemana-mana dan tidak memahami arti hidup sebenarnya.
Sambil memandangi pemandangan di luar jendela berusaha untuk memahami apa yang dikatakannya, sekilas kubuka kembali buku kehidupan yang berada di genggaman. Dan bola mataku tertuju pada kalimat; “Orang yang berkembang tidak berhenti, dia maju terus dia bergerak terus. Orang kaya yang terus menerus mengumpulkan harta sebenarnya telah berhenti berkembang dia berhenti berada di satu lantai pasar swalayan kehidupan, dia berjalan-jalan, berbelanja banyak pengalaman baru..ya tapi hanya satu lantai satu dimensi…” (Kehidupan, 169).
Hal lain yang tak kalah menarik saat berada di Sungai Gangga. Pagi itu jam 06.00 waktu setempat bus meluncur ke sungai gangga, kabut tipis menyelimuti pagi itu saat sampai di tepi Sungai keadaan sudah terang dan perahu-perahu sudah menunggu. Dari sinilah kisah-kisah para Yogi mengalir deras. Sungai Gangga adalah Sungai kehidupan, yang mengalir dari Pegunungan Himalaya. Sungai yang menghidupi sebagian besar masyarakat India dan dari Sungai inilah muncul peradaban lembah Sungai Hindus Suasana hening saat perahu sudah berada di tengah-tengah dan Bapak Anand Krishna mulai menyalakan lilin diatas bunga yang dirangkai diatas daun dan bersama-sama meletakannya diatas air, sambil berseru, “Ram…!!” “ Jayalah Selalu Ibu Pertiwi….”
Tiba-tiba matahari menampakkan kemolekannya bersinar perlahan dan menyapa kami…Halleluyah..Puji Tuhan…dia muncul dengan indah banget…sekitar 15 menit kami mengagumi kemilaunya menyongsong matahari pagi dengan foto-foto yang membabi buta hahaha… semua mau foto bersama Bapak tak terkecuali diriku. Padahal sebelumnya asyik menatap orang-orang yang mandi di sungai gangga, mencuci baju, dan juga ada yang melakukan namaskar di tepi sungai untuk menyambut Matahari Pagi.
Semua berpulang pada kehendakMu, merayakannya bersamaMu adalah anugrah tersendiri. Sayup-sayup dari panggung Sahara restaurant terdengar nyanyian yang sangat Indah yang dinyanyikan oleh band lokal yang syairnya berarti seperti ini;
Krishna,
Tubuhmu adalah perak,
Rambutmu bersinar keemasan.
Seharusnya Kau berikan aku sebotol minuman.
Bukan tatapanMu yang membuatku mabuk.
O Krishna …
Trimakasih atas kesempatan sharingnya,
Namaste
chicha