Untuk memperingati hari ibu, Ashram Gandhi Puri yang terletak di Desa Paksebali, Klungkung mengundang  Bapak Anand Krishna serta para Ibu diantaranya Ibu Ketua Tim penggerak PKK Kabupaten Klungkung, Ibu Ida Ayu Pujawati (Sai Centre). Menurut pimpinan Ashram Gandhi, Br Indra Udaya, kehadiran Bapak Anand Krishna merupakan suatu berkah.

Menurut ketua panitia, peringatan hari ibu ini bukan hanya untuk menghormati ibu yang telah melahirkan kita, tetapi juga ibu pertiwi yang telah memberikan segala anugrah dan limpahan kasihnya kepada kita semua. Acara yang diberi judul Bhoomi Pooja Shanti Sena Ashram Gandhi Puri di-organiseoleh anak-anak muda Ashram Gandhi, mementaskan berbagai tarian Bali dan Jawa.

Dari kanan ke kiri, Nyonya Tjokorda Gede Agung (Ibu Wakil Bupati Kabupaten Klungkung), Bapak Anand Krishna, Br. Indra Udayana

Pencucian kaki terhadap beberapa ibu-ibu yang hadir adalah sebagai tanda penghormatan terhadap ibu yang telah melahirkan, memelihara dan mendidik kita, sehingga menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara.

Di penghujung acara Bapak Anand Krishna mengulas tentang kisah Mahabharata. Bahwa kisah ini harus dibaca terus menerus untuk pendalaman sehingga tertanam dihati. Kisah yang beliau bahas adalah kisah perkawinan anatara Prabu Sentanu dengan Dewi Gangga. Diceritakan sebelum mereka menikah Gangga mengajukan syarat kepada Sentanu, bahwa apapun yang dilakukannya, Sentanu tidak boleh protes, dan jika itu terjadi, Gangga akan pergi. Tanpa bertanya apa yang akan dilakukan Gangga, Sentanupun menyetujuinya.

Waktu berjalan dan lahirnya anak mereka yang pertama, Gangga membuang anak tersebut ke sungai Gangga. Sentanu pun sedih tetapi tidak bisa berkata apa-apa karena janjinya. Anak kedua, ketiga …sampai anak ketujuh dibuang oleh Gangga. Tetapi ketika anak kedelapan lahir, Sentanu sudah tidak tahan lagi, diapun menghentikan tindakan Gangga yang dianggapnya biadab, membunuh anak sendiri. Sesuai dengan janjinya Ganggapun pergi sambil mengajak sibayi yang akan dia berikan kepada Sentanu setelah dewasa.

Bapak Anand Krishna kemudian melanjutkan. Pelajaran apa yang bisa kita petik dari apa yang dilakukan oleh Gangga. Apakah seorang ibu demikian jahatnya sehingga tega membunuh anak sendiri? Banyak pembenaran yang digunakan untuk itu, ya.. kan itu terjadi karena kutukan para dewa.

Ketika seorang anak lahir, dia membawa obsesi-obsesi masa lalu. Jika seorang anak minta makan terus, dan dipenuhi terus menerus, sudah bisa dipastikan setelah dia besar nanti, dia akan menjadi seorang koruptor. Nah, karakter ini yang harus dibuang. Inilah tugas seorang ibu. Obsesi-obsesi ini masuk lewat panca indera. Begitu juga, ketika seorang anak lahir, dia sudah bisa merekam apapun yang terjadi di luar, termasuk pikiran-pikiran ibunya.

Tujuh anak yang dibuang mewakili tujuh obsesi yang harus dibuang. Lima obsesi terjkait dengan panca indera, satu obsesi terkait dengan pikiran dan satu lagi dengan terkait dengan Budhi, Intelegensia dan yang kedelapan adalah Ego. Bhisma adalah Ego murni. Dan ini yang tertinggal.

Seluruh kisah Mahabharata ini terjadi karena sumpah Bhisma. Dia hanya memikirkan bapaknya saja, dia lupa kalau kerajaan itu adalah juga rakyat Hastinapura. Dan seluruh obsesi ini dibuang oleh Gangga, oleh seorang ibu. Ego ini tersisa karena interferensi bapak.

Ini adalah pelajaran yang sangat penting yang saya peroleh setelah 30 tahun membaca kisah Mahabharata, demikian penjelasan Bapak Anand Krishna. Tugas seorang ibu adalah sebagai guru, Acharya, guru di sekolah adalah yang kedua, bapak barangkali yang ketiga.  Untuk memahami karakter seorang anak, hanya seorang ibu yang bisa memahami. Dunia ini akan selamat karena peran seorang ibu, bukan bapak. Demikian Bapak Anand Krishna mengakhiri wacana beliau.

Reportase & Photo : Made Mulia