Pentas Sufi Mehfil di Solo — tempat kelahiran Guruji Anand Krishna — berlangsung sukses dan meriah. Pengunjung sangat padat, sampai-sampai sebagian harus duduk di tangga. Tokoh-tokoh setempat, termasuk para seniman dan wakil resmi dari dua Keraton turut hadir di Taman Budaya Surakarta.
Pada saat tarian sufi berlangsung, sebagian penonton tak tahan dan akhirnya ikut menari pula. Apalagi ketikan celebration yang selalu dilakukan di penghujung acara. Semuanya ikut menari.
Berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya, kali ini, setelah whirling dance, diadakan doa bersama keempat
agama. Sungguh unik!
Para rombongan sejak malam sebelumnya sudah bekerja keras. Mereka turun ke jalan, berkeliling kota, menempelkan dan membagi-bagikan brosur kepada siapapun yang ditemui. Toko Buku Gramedia juga ikut menyebarkan info acara Sufi Mehfil kepada para pengunjung toko.
Semua bekerja bersungguh-sungguh. Mereka titip salam buat para peserta milis: “Terima Kasih untuk Doa, dan segala bentuk dukungannya.”
Di bawah ini, adalah Siaran Pers mengenai acara semalam. (wn)
SIARAN PERS, Desember 24, 2003
SUFI MEHFIL atau Pesta Para Sufi yang pertama kali digelar di Kota Solo, Selasa Malam lalu (23 Desember 2003) disambut luar biasa warga kota itu. Pagelaran yang menyuguhkan sajian utama Tarian Sufi atau whirling dance yang dipopulerkan oleh Jalaluddin Rumi (1207-1273) itu, diselenggarakan atas kerjasama Keluarga Besar Anand Ashram pimpinan Anand Krishna, Dewan Kesenian Jakarta serta Taman Budaya Surakarta.
Kegiatan ini adalah bagian dari rangkaian roadshow Keluarga Besar Anand Ashram, setelah sebelumnya mendapat sambutan meriah di Jakarta pada 7 November 2003. Dilanjutkan di Yogyakarta (21 Desember), Solo (23 Desember), Pacet (25 Desember) serta Semarang (28 Desember).
Pagelaran berlangsung di Taman Budaya Surakarta, Jl. Slamet Riyadi, dan dipadati sekitar 350-an penonton, di gedung berkapasitas 300 tempat duduk itu. Mereka berasal dari beragam kelompok masyarakat seperti mahasiswa, seniman, tokoh-tokoh berbagai agama serta kalangan pers setempat. Di antaranya: koreografer Mugiyono Kasio dan Ketua Taman Budaya Surakarta Suprapto Murtijo, serta R. Yuli Sulistyo, wakil resmi Sri Pakubuwono XII.
Sufi Mehfil sendiri menampilkan para seniman panggung yang aktif di Anand Ashram, seperti penari kawakan asal Solo, Maria Darmaningsih, penyair Elsa Surya serta koreografer muda ‘jebolan’ Guruh Soekarnoputra Production, Nino Graciano serta Aridiastri. Mereka memulai pementasan secara teatrikal, menampilkan ancaman disintegrasi bangsa akibat hilangnya Kasih dan merosotnya kesadaran dalam diri manusia.
Kebangkitan bangsa, hanya akan terjadi bila ‘Rasa’ atau “Kasih di dalam diri” juga dibangkitkan. Itulah kebangkitan jiwa sufi, kebangkitan cinta ala Rumi, yang dapat lahir dari upaya pengembangan rasa lewat olah seni bernafas spiritual.
Tarian Sufi, sebagai pemuncak acara, dilakukan beberapa penari, laki-laki dan perempuan berbusana panjang warna-warni, di bawah bimbingan langsung Anand Krishna – tokoh spiritual kelahiran Solo. Selama 30 menit non-stop, mereka berputar pada poros kaki, berlawanan arah dengan jarum jam — dengan iringan lagu “Allah Hu Akbar, Ya Rahim, Ya Rahman.” Sebuah simbol untuk masuk ke diri sendiri, serta bertemu “Sang Kekasih” – Diri Sejati. Wajah mereka menampakkan senyuman.
Sebagian penonton, terbawa oleh suasana damai yang tercipta, ikut berputar, menari mengikuti para penari di atas panggung.
Saat semua penari menjatuhkan diri, keheningan meliputi semua yang hadir. Seusai Fiqr, dilakukan doa dari berbagai agama. Apresiasi pun diberikan oleh penonton lewat tepuk tangan meriah, bahkan ikut naik ke panggung untuk menari-nari gembira.
Rombongan Keluarga Besar Anand Ashram akan melanjutkan roadshow hari berikutnya, menuju Pacet, Jawa Timur dan berencana singgah ke Makam Bung Karno di Blitar. Yang menarik, di Pacet, pementasan Sufi Mehfil tidak akan diadakan di gedung kesenian sebagaimana di kota-kota sebelumnya. Pementasan akan diadakan di Balai Desa, untuk lebih mendekatkan diri dengan masyarakat.
***
PESTA PARA SUFI, sengaja dipersembahkan bagi masyarakat luas karena keprihatinan yang mendalam terhadap masih besarnya ancaman perpecahan masyarakat akibat pengkotak-kotakkan berdasarkan suku, etnis maupun agama, hingga saat ini – yang disebabkan karena merosotnya kesadaran akan kehalusan jiwa atau “Rasa” dalam diri manusia.
Kebangkitan “Rasa”, semestinya menjadi fungsi sekaligus tujuan seni dan budaya dalam membangkitkan kembali peradaban suatu bangsa.Kendati berasal dari tradisi Turki, Tarian Sufi, menyampaikan pesan universal yang sangat penting bagi terciptanya landasan sejati persatuan dan kesatuan Indonesia. Tarian ini, serta nyanyian dari tradisi
lain yang juga akan ditampilkan, diharapkan menjadi inspirasi bagi terjadinya kerekatan beragam budaya yang “hidup” di Indonesia saat ini – baik yang datang dari tradisi “lokal” maupun dari “luar”.
Persatuan dan kesatuan di Bumi Pertiwi, memang tak seharusnya terperangkap dalam pandangan nasionalisme sempit. Sebagaimana Ibu Pertiwi selama ini memperlakukan mereka yang lahir, datang maupun berkembang di pangkuannya, tanpa pilih kasih.
***
ANAND ASHRAM, berdasarkan pengalaman nyata selama belasan tahun, menganggap bahwa perdamaian dan kebersamaan antar umat atau masyarakat dari beragam latar belakang dapat tercipta dengan munculnya kesadaran atau rasa kasih – bukan dengan mempertegas perbedaan yang ada melalui peraturan ataupun kebijakan.
Pengalaman kebersamaan inilah yang dipersembahkan melalui Sufi Mehfil, yang dibawakan oleh mereka yang datang dari beragam suku, etnis dan agama.
Sebuah persembahan bagi Ibu Pertiwi.