Terima kasih atas kesempatan untuk berbagi ini, bukanlah karena kelayakan dan kompetensi saya, wahai para sahabat, saya menuliskan laporan ini. Hanya tangan ini tergerak untuk berbagi, apalah makna kehadiran saya, wahai para sahabat tanpa cintamu, tanpa dukunganmu. Apabila tanpa itu semua, ah semua itu tidak akan terjadi.

 

Setelah beberapa putaran mendiskusikan buku Bapak Anand Krishna, Anand Krishna Information Center (AKIC) Solo bekerja sama dengan Anand Krishna Center (AKC)  joglosemar mendapat kesempatan untuk mengadakan Open House dengan Bapak Anand Krishna dan berbincang-bincang dengan beliau. Acara ini dilaksanakan di jalan Dwarawati no 33, Sidokare, Serengan. Pada hari Kamis, 15 Maret 2012, pukul 19.00 wib. Open House ini dibuka untuk masyarakat Solo dan sekitarnya.

Pada open house ini Bapak Anand Krishna mengajak kita untuk meneliti kembali, apa persiapan yang sudah kita lakukan. Untuk mengikuti open house di dwarawati saja, beliau mencontohkan kita mesti mempersiapkan diri, mandi dan berjalan entah dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum. Apa yang sudah kita persiapkan untuk menempuh perjalanan abadi setelah kematian. Apakah kita sudah membekali diri kita, dengan bekal yang tepat ?

 

Apa bekal kita, kita berasal dari mana, dan akan menuju ke mana setelah kematian ? Apapun yang kita dapatkan di dunia ini, akan kita tinggalkan di sini. Keluarga kita, harta kita, apa yang dapat menemani kita ?

 

Hanya perbuatan kita yang akan menemani kita, dan setiap anggota badan kita akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang sudah dilakukannya. Bagaimana ingatan kita akan kematian, akan kepastian kematian membawa kesadaran baru. Bahwa semua milik kita, adalah berasal dariNya, semua adalah milikNya.

 

Dalam sesion tanya jawab, peserta Open House cukup antusias, Mas Pranoto dari semarang menanyakan bagaimana cara mempertahankan keceriaan, mempertahankan kegembiraan dalam hidup sehari-hari dan hidup bermasyarakat yang penuh dengan tantangan.

Bapak Anand menyampaikan, jujurlah pada diri sendiri, apabila ingin menangis janganlah berpura-pura tertawa. Kelemahan manusia Indonesia sebagaimana dikatakan oleh Muchtar Lubis, adalah suka memendam, kita tidak mau mengalami sebuah pengalaman sepenuhnya. Duka, kesedihan yang kita alami, belum sampai klimaks, kita sudah mencari hiburan.

 

Semua itu membebani jiwa kita, tumpukan kesedihan dan kekecewaan itu, setiap 30 tahun sekali akan meledak. Dan kita menjadi beringas, geger pecinan jaman belanda, peristiwa madiun, peristiwa tahun 65, peristiwa 98. Dan sekarang kita akan masuk siklus 30 tahun selanjutnya, apa kita akan mengalami pengalaman yang sama.

 

Untuk itu latihan meditasi dan center-center yang ada, adalah tempat kita untuk mengolah sampah-sampah emosi dan pikiran yang membebani jiwa kita. Ah memang kita harus mulai bertanggung jawab atas hidup kita, dengan itulah kita mulai bukan hanya mempertahankan keceriaan dan menyebarkan keceriaan itu pada lingkungan kita.

 

Terima kasih keberadaan atas kesempatan ini. Sembah sujudku untuk Ibu Pertiwi. Semoga Bunda berkenan menerima persembahan ini.

 

Reportase : Adrian Kristanto ; Fotografer : Darmadi