Sabtu, 22 April 2006 Sultan Ternate, Drs. H. Mudaffar Syah beserta Ratu (Boki) Nita Budhi Susanti, yang juga anggota DPD Maluku Utara, mengunjungi Padepokan One Earth, Ciawi bertepatan penyelenggaraan Acara Sufi Mehfil. Suasana keanekaragaman yang terjadi di One Earth, menurut Sultan, mempertegas komitmen Kebhinnekaan Tunggal Ika dalam kehidupan bangsa Indonesia. Wandy pun menambahkan bahwa keberagaman ini justru merupakan ciri utama budaya Indonesia.

Sultan berpendapat bahwa para pemimpin negara ini sebenarnya tidak konsisten dalam menjalankan nilai-nilai dasar yang telah dicanangkan oleh para founding fathers negara ini. Misalnya pelanggaran pada Pasal 18 UUD’45 tentang Pemerintahan Daerah yang dibentuk berdasarkan asal-usul atau kesamaan sejarah suatu wilayah oleh beberapa pemerintahan telah diabaikan sehingga terjadi sentralisasi pemerintahan di Indonesia dan ditempatkannya Pancasila pada tempat yang TIDAK semestinya. NKRI itu sebenarnya berdasarkan Pancasila dan yang harusnya ditekankan adalah Kebhinnekaan, bukan hanya Tunggal-nya saja..

Bila melihat sejarah pergantian pemimpin di Indonesia, yang terjadi hampir selalu sama pola-nya, yaitu : baik ketika baru mulai memimpin tapi akan hancur atau dicerca pada akhir masa kepemimpinan. Jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Apakah kita menghendaki negara ini terpecah belah?

Propinsi Maluku Utara (Ternate) mempunyai 30 suku yang masing-masing punya bahasa yang berlainan satu dengan lainnya. Tapi mereka bisa bersatu dalam satu bentuk pemerintahan yang telah berumur lebih dari 800 tahun dan masih solid. Inilah yang disebut Bhinneka Tunggal Ika dan esensi berbeda tapi satu ini bukanlah monopoli dari Jawa saja. Itulah kenapa Kesultanan Ternate punya komitmen kuat untuk terus bersatu dalam NKRI karena persamaan budaya dengan wilayah lain di kepulauan Nusantara ini.

Dengan (1) mempelajari Asal-Usul daerah-daerah, (2) mengambil Nilai-Nilai Luhur dari tiap-tiap daerah, dan (3) menyerahkan kepemimpinan daerah pada masing-masing daerah telah terbukti menghasilkan kepemimpinan yang baik dan hasilnya adalah masyarakat yang sejahtera. Ternate, misalnya, biarpun pernah terjajah dan ‘diobrak-abrik’ Belanda selama beberapa ratus tahun, tapi tetap bisa bersatu biarpun keanekaragaman suku-suku karena mempercayai kebhinnekaan itu sebagai suatu kekuatan yang mempersatukan, bukan suatu kekurangan untuk terpecah belah.

Sejak tahun 1257, Demokrasi telah dijalankan pada daerah yang disebut Moloku Kie Raha yang terdiri dari (kesultanan) Ternate, Jailolo, Bacan dan Tidore. Pemimpin Rakyat disebut Kolano yang bergelar Sultan. Di samping itu, ada Bobato, sebuah Dewan Pengatur tertinggi yang terdiri dari 18 kepala suku. Bobat ini adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Ternate, seperti MPR. Sidang Bobato baru sah bila dihadiri Panglima Angkatan Bersenjata Ternate, yang duduk dalam jajaran pemerintahan, tapi di sidang ini, tidak punya hak suara. Suatu keputusan Kolano akan dibawa ke Bobato, disebut sebagai Idin Kolano, yang berarti ‘masih dapat dirubah Dewan.’ Kemudian dikembalikan kepada Kolano dan setelah diperbaiki diteruskan untuk ke-2 kalinya pada Bobato yang disebut sebagai Jaid Kolano, yang berarti ‘tak boleh dirubah.’

Pada tiap-tiap perayaan adat, sebuah tumpeng Nasi dengan telur di atasnya selalu disajikan sebagai sebuah simbol bahwa seorang pemimpin baru ada bila banyak rakyat yang mendukungnya. Simbol ini menyiratkan ketergantungan antara seorang yang memimpin (Pemimpin) dengan yang dipimpin (Rakyat), sebuah filosofi : “Kami (rakyat) ada, baru Kau (Pemimpin) ada.”

Daerah Maluku Utara, seperti kita ketahui, pernah mengalami konflik antara agama yang berkepanjangan (Islam dan Kristen) sejak tahun 1999. Sultan Ternate pun pernah dituduh sebagai dalang di balik kerusuhan di daerahnya sendiri. Ini terjadi ketika Sultan berusaha berada di atas masyarakat Islam dan Kristen yang sedang bertikai. Tapi ini adalah resiko yang harus diterima Sultan ketika menjadi seorang pemimpin.

Sultan sendiri, biarpun beragama Islam, tapi dari kecil sampai SMA, bersekolah di sekolah Katholik dan mempelajari filsafat di Universitas Indonesia. Jadi beliau berkenalan dengan Alkitab dulu baru mempelajari Al-quran. Di sinilah beliau menemukan bahwa adanya perbedaan antara Islam dan Kristen disebabkan kurangnya pengertian dari masing-masing penganut agama pada pola pemikiran penganut agama yang lain. Di Al-quran sendiri, Nabi Isa pernah berkata bahwa setelah dirinya akan datang seorang Nabi lain yang bernama “Ahmad.” Tapi kenapa yang datang bernama Muhammad ? Dari pemahaman Tasawuf yang menurut beliau adalah ilmu tertinggi dalam Islam, beliau memahami bahwa “Ahmad” di sini bukanlah nama seseorang tetapi sebuah ‘state of feeling,’ yang berarti orang yang penuh kasih. Beliau pun kemudian mengutarakan pendapat beliau tentang manusia pertama, Adam dari sudut pengertian Islam dan Kristen.

Sultan menjelaskan semua ini untuk menunjukan bahwa kita harus berani dan tanpa ragu ketika harus mengutarakan kebenaran. Kita beragama atas dasar kesadaran bukan paksaan. Perbedaan definisi “Allah” oleh agama-agama terjadi karena perbedaan budaya dalam menafsirkan Allah. Agama-agama harus diterjemahkan kembali untuk persatuan umat beragama, karena selama ini yang terjadi hanyalah pengkotak-kotakan agama.

Ratu Nita Budhi Susanti adalah seorang wanita Jawa yang lahir di Solo dan kemudian menikah untuk menjadi istri Sultan. Beliau pun mengikuti Sultan ke Ternate dan mempelajari adat istiadat Ternate sehingga menarik simpati rakyat Ternate yang mengangkat dirinya menjadi DPD Maluku Utara dalam Pemilu lalu. Bagi Beliau menyalami rakyat Indonesia lebih tepat dengan Salam Indonesia karena dengan salam ini, semua lapisan masyarakat akan tersalami ketimbang menyalami mereka dengan salam-salam ‘berbau agama.’

Menurut beliau, sebelum agama ‘diturunkan,’ manusia sudah diatur oleh adat istiadat dan norma-norma setempat, yang lahir dari dalam diri manusia sendiri. Baru kemudian agama tercipta untuk menyempurnakannya. Jadi tidak mungkin terjadi pertentangan antara agama dengan adat istiadat seperti yang sering terdengar belakangan ini dari kalangan pemuka agama, bahkan juga dari seorang menteri agama di republik ini. Bagi beliau, hal ini sangat tidak masuk akal dan beliau berjanji akan mempertanyakan menteri agama di kemudian hari tentang hal ini.

Ratu juga menegaskan bahwa apa yang selama ini dianggap sebagai paham atau aliran animisme-dinamisme juga merupakan suatu proses penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui benda-benda/materi, sebelum apa yang sekarang disebut agama tercipta. Jadi aliran anismisme-dinamisme itu pun sebenarnya tidak bertentangan dengan agama dan merupakan salah satu tahapan dalam proses penciptaan agama. Demikian pula satu agama dengan agama lain tidak mungkin bisa dipertentangkan karena setiap manusia lahir dasar Cipta, Rasa dan Karsa yang sama. “Adat istiadat adalah cikal bakal sebuah agama, ” ucap beliau dengan penuh keyakinan.

Kebhinnekaan adalah sumber kekayaan dari suatu persatuan yang utuh, bukan kekurangan. Kumpulan orang-orang dari berbagai latar belakang di One Earth adalah bukti kebhinnekaan dari bangsa Indonesia dan itu sangat menyenangkan hati Ratu. Beliau merasa inilah embrio yang mencerminkan kebhinnekaan kebudayaan di Indonesia, dan mempertegas bahwa persatuan atas dasar kebhinnekaan bisa terjadi.

Perbedaan budaya memang terjadi karena budaya itu lahir dari wilayah-wilayah yang berbeda. Tapi hal itu tidak perlu dipertentangkan. Justru yang mempertentangkan adalah orang-orang bodoh atau dilakukan dengan sengaja secara politik untuk memecah belah untuk kemudian menguasai.

Ratu berpikir bahwa sistem ketatanegaraan dan budaya Indonesia jauh lebih lengkap dan sempurna ketimbang dari negara-negara lain sehingga Indonesia sebaiknya lebih menghargai dan bangga dengan apa yang berasal dari negara sendiri. Beliau sangat yakin bahwa hukum-hukum yang berasal dari lembaga-lembaga adat Indonesia jauh lebih lengkap dan cocok untuk menggantikan KUHP sekarang yang berasal dari penjajah Belanda yang sekarang pun sudah tidak lagi dijadikan acuan hukum di Belanda sendiri. Dan bila dibandingkan dengan hukum-hukum di dunia, maka hukum-hukum adat di Indonesia akan punya persamaan esensi yang sama.

Sultan Ternate adalah simbol pemersatu rakyat di Ternate, maka Ratu pun sejak beberapa tahun lalu, merayakan ulang tahun Sultan dengan sebuah Pesta Rakyat yang sederhana. Pesta ini diharapkan beliau menjadi wadah penunjang persatuan rakyat Ternate. Beliau pun merasa Ternate sebagai ‘gudang ilmu pengetahuan dan budaya’ yang luar biasa melebihi kilauan berlian atau emas yang terbaik sekalipun.

Bapak Anand Krishna pun mengungkapkan kekaguman beliau akan tata pemerintahan di Ternate yang begitu merakyat. Beliau pun menceritakan secara singkat bagaimana lahirnya NIM dan perkembangan NIM dalam setahun terakhir ini. Sultan bagi beliau adalah Sri Paduka, yang berarti langkah yang mensejahterakan.

Beliau kembali menegaskan pendapat Sultan dan Ratu bahwa hanya kebudayaan asli Indonesia yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia dan membawa bangsa ini menuju kesejahteraan yang merata bagi tiap rakyat Indonesia. Beliau mengutip Sir Raffles bahwa untuk menguasai atau mempersatukan sebuah bangsa haruslah dengan pendekatan kultural.

Pak Krishna pun mengungkapkan keheranan beliau akan persamaan visi, kegiatan dan pandangan yang dilakukan baik oleh NIM maupun Sultan dan Ratu di daerah masing-masing dalam mempromosikan persatuan dalam kebhinnekaan, komitmen pada NKRI dengan pendekatan budaya dan Pesta Rakyat. Jadi beliau menyambut sangat antusias kedatangan berikutnya Sultan maupun Ratu ke One Earth, karena “ternyata memang kita masih satu frekwensi” kata Bapak Anand Krishna samibl tertawa.

Pada hari itu pun, ditanda-tangai sebuah Prasasti “Seruan Untuk Bangsa Indonesia” untuk selalu dalam komitmen menyuarakan dan bertindak demipersatuan dan kesatuan bangsa, yang ditandatangani oleh 11 orang Indonesia, antara lain : (1)Musdaffar Syah-Sultan Ternate, (2)Anand Krishna-Pengagas NIM, (3) Achmad Taufik-Garda Kemerdekaan & Jurnalis TEMPO, (4)Siti Musdah Mulia-ICRP, (5)Maya Safira Mochtar-Ketua NIM, (6)Wandy NT-Sekjen NIM, (7)Nino Graciano-Ketua The Torchbearer, (8)Utami Pidada-Ketua Yayasan Anand Ashram, (9)Norma Harsono-Sufi Lodge, (10)Agung WR-Wakil dari AKC luar Jakarta, dan (11)M Yudanegara-Institute Pendidikan Holistik.

Sebelum pamit pulang, Ratu yang dulunya seorang penari, menari bersama penari-penari dari The Torchbearer diiringi lagu-lagu daerah yang telah dirubah liriknya menjadi lirik-lirik kebangsaan. Sungguh meriah.

Setelah mengantarkan Sultan dan Ratu, Bapak Anand Krishna pun melanjutkan bahwa kita harus menghargai 3 kesultanan yang ditawari Belanda untuk merdeka dan mendirikan negara tersendiri dari NKRI. Ke-3 kesultanan itu adalah Kesultanan Maluku, Jogja dan Solo. Mereka menolak karena komitmen mereka untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa di bawah naungan NKRI.

Bila kita melihat wilayah-wilayah Indonesia yang sedang dikacaukan sekarang ini adalah wilayah-wilayah yang kaya akan sumber daya alam-nya, misalnya Maluku dan Papua dengan kandungan emasnya, Aceh dengan minyaknya, dan sekarang Bali dengan kandungan Geothermal di mana di Indonesia sendiri diperkirakan kandungan Geothermal sebesar 40% dari seluruh kandungan Geothermal di dunia. Dengan krisis energi yang sedang terjadi di dunia, maka Indonesia pasti telah menjadi incaran-incaran kekuatan asing untuk dikuasai dengan cara dikacaukan terlebih dahulu. Arab Saudi adalah salah satu dari kekuatan Asing itu. Bila di Bali timbul kerusuhan antara agama, maka hancurlah Indonesia ini.

Banyak orang muslim di Indonesia tidak sadar bahwa yang sekarang mereka anggap sebagai kesucian Islam-Arab sebenarnya adalah Wahabisme. Kakek moyang Raja Hussein dari Yordania adalah Syarief Hussein-penguasa Hijaz yang berasal dari keluarga Hasyim (keturunan langsung Nabi), berhasil dikalahkan keluarga Saud dan Ulama Abdul Wahab dengan bantuan Inggris yang dijanjikan keuntungan dari industri minyak bumi. Duo Penguasa Arab Saudi baru inilah yang nantinya akan mengembangkan Wahabisme ke seluruh dunia termasuk Indonesia, dengan gerakan Anti budaya mereka.

Wahabisme inilah yang telah menimbulkan gerakan-gerakan seperti Jemaah Islamiyah di Indonesia yang secara gamblang telah dipaparkan oleh Gregg Burton dan diterbitkan oleh NSU. Tapi bibit-bibit wahabisme ini telah terlanjur berakar di Indonesia. Pengucapan kata Allah dengan lafal “O” misalnya, hanya ditemukan di Arab Saudi dan Indonesia. Sedangkan di negara-negara Arab lain seperti Yordania, Irak, Syria, Qatar, Allah diucapkan Allah tanpa lafal “O” seperti pengucapan umat Kristen.

Umat Kristen Protestan di Indonesia pun mulai dikacaukan oleh kekuatan asing yang mulai menjual kartu-kartu doa. Padahal Martin Luther dulu memprotes kebijaksanaan Gereja Katholik dalam memperjualkan kartu dosa dan memulai suatu gerakan pembaharuan, bukan dengan motivasi memusuhi dan memerangi Gereja Katholik. Khotbah provokatif pendeta-pendeta Kristen telah dijadikan alasan bagi kekuatan Asing lain sebagai upaya kristenisasi, suatu rangkaian aksi yang akan menimbulkan reaksi dari umat Islam. Jika ini dibiarkan, maka perang antar agama di Indonesia tidak akan terhindarkan.

Kita telah terjebak oleh konspirasi ini padahal tidak ada satu pun negara di dunia yang bisa menjiplak sistem negara berdasarkan syariat Islam secara langsung. Pakistan, dan Iran, berusaha menerapkan sistem ini dengan beberapa modifikasi dan itu pun timbul berbagai masalah internal di ke-2 negara tersebut sampai hari ini. Masalahnya sistem kenegaraan syariat islam yang dikembangkan Nabi Muhammad dulu baru diterapkan dua setengah tahun dan Nabi keburu meninggal sehingga sistem kenegaraan ini belum cukup berkembang dan matang untuk diteruskan sepeninggalan Nabi. Malah terjadi banyak pertumpahan darah di Arab sepeninggalan Nabi.

Nabi Muhammad sebenarnya adalah seorang Nasionalis Arab sejati. Beliau berusaha mendamaikan dan menyatukan kabilah-kabilah kecil di Arab dengan apa yang sekarang kita sebut sebagai rukun islam atau rukun iman. Jadi kita harus mampu membedakan mana yang merupakan ajaran Islam dan mana budaya Arab (Wahabi), karena yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia hanyalah budaya asal dan asli Indonesia. (jb)