Jumat 26 Mei 2006, Komunitas One Earth mendapat kehormatan untuk menjadi salah satu tempat yang dikunjungi 7 peserta program /Action for Life (AfL)/ dan belasan mahasiswa UIN yang nantinya akan menjadi partisipan dalam /The 12th Asia-Pacific Youth Conference/ (APYC) 21st -30th 2006 di Jogjakarta dengan tema : “Heal the past, Hope for the future : Creating a Culture of Peace.” /AfL/ adalah salah satu program yang dibiayai oleh sebuah LSM yang bermarkas di Caux, Switzerland, yakni /Initiatives of Change/ (IofC) atau /Moral Re-Armament/ (MRA). Mereka menginap satu malam di komunitas One Earth.
Para peserta /AfL/ ini berasal dari berbagai latar belakang agama dan generasi, di mana selama 9 bulan mereka belajar dari masing-masing kebudayaan, tradisi agama yang berbeda dan pengalaman hidup di berbagai negara yang mereka kunjungi. Mereka terinspirasi oleh visi Mahatma Gandhi : “/Be the change you want to see in the world/.” /AfL/ bertujuan untuk memobilisasi sebuah generasi baru yang berani membuat perubahaan yang disertai dengan integritas dan iman, serta berkomitmen untuk menciptakan transformasi dan kedamaian di dalam diri mereka sendiri dan menyebarnya ke seluruh dunia.
Sejak pukul 16:30, mereka diajak berkeliling kompleks One Earth, Griya Indonesia Jaya (Markas NIM), dan juga Perpustakaan Dewantoro-Tagore.
Setelah istirahat dan makan malam, mereka diajak berkumpul bersama para peserta meditasi jumat di ruang As-salam.
Acara dimulai tepat pukul 19:00 dengan alunan musik dan lagu yang diadaptasi dari lagu : “Sing Halleluja” oleh grup musik spiritual The Torchbearer. Kemudian, dilanjutkan dengan “Damai Indonesia” dan acara sharing dari peserta /AfL/ ini. Mereka adalah :
- Roshan Gul, seorang wanita keturunan campuran India dan Maori dari Selandia Baru, yang adalah seorang guru sekolah dasar, tapi sedang menpelajari musik di universitas. Dia berasal dari ayah yang beragama islam dan ibu yang agnostik. Dia tertarik untuk mempelajari bahasa Hindi, menyenangi anak-anak dan mahir memainkan alat musik saxophone.
- Joung-Suk Ryoo berlatar pendidikan /Business Administration/, dan sudah bersama tim MRA-IofC Korea Selatan selama 10 tahun. Dia adalah seorang beragama kristen. Joung-Suk bercerita bahwa konflik antara Korsel-Jepang (1910-1945) telah menanamkan bibit-bibit kebencian dalam dirinya terhadap orang Jepang. Dengan bantuan dari
IofC, dia belajar untuk berani merubah dirinya dari pikiran-pikiran kebencian terhadap orang lain. - Yeon-Yuk Jeong adalah koordinator dari tim AfL 3 yang mengunjungi ke Malaysia-Singapura-Indonesia. Dia menyandang gelar insinyur permesinan dan telah mendedikasikan hidupnya untuk bekerja pada IofC. Dia adalah suami dari Joung-Suk Ryoo. Yeon- Yuk atau biasa disebut Wei-wei ini dulunya biasa menganggu adik perempuannya. Dia juga sering menyaksikan ayahnya yang sering berbuat kasar pada ibunya. Dia tidak setuju dengan hal itu, tapi dia tidak berani mengutarakannya. Semua ini tanpa disadarinya telah membuat dirinya menjadi berwatak tempramental. Kemudian dia mulai berniat berubah dan di saat-saat sunyi, dia berusaha mendengarkan kata hatinya. Dari sinilah dia belajar untuk meminta maaf pada adik perempuannya, mengendalikan emosi dirinya serta memperlakukan istrinya berbeda dengan pengalaman yang dia dapatkan dari masa kecilnya.
- Diana Damsa berasal dari Rumania. Dia berlatar pendidikan Hukum, tapi kemudian beralih untuk mempelajari musik. Dia seorang beragama kristen yang tertarik dengan masalah pendidikan dan sangat menikmati pengalaman belajar dari kebudayaan-kebudayaan lain. Dengan mengikuti program /AfL/ ini, dia merasakan perjalanan hidup dengan cara meniti ke dalam diri dengan belajar mendengarkan kata hatinya dalam kesunyian dan ke luar diri dengan mempromosikan kedamaian dan nilai-nilai moral kepada orang lain yang ditemuinya.
- Long Seng TO lahir di HongKong tapi sudah berimigrasi ke Australia. Dia baru saja menyelesaikan studi sarjananya di dua bidang, yaitu : teknik dan sosial. Dia tertarik dengan masalah-masalah lingkungan hidup seperti konservasi energi dan pembangunan daerah yang berkelanjutan.
- Imtiyaz AHMED adalah seorang pria yang sedang belajar dan bekerja di bidang Hukum di Kashmir India.
- Hairul Umam ACHMAD berasal dari Indonesia, lulusan Universitas Islam Negara (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, Jakarta. Biarpun dirinya berasal dari keluarga NU, tapi dia sendiri aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Program /AfL/ ini telah membuat dirinya berani berinisiatif mendamaikan konflik berkepanjangan yang terjadi di dalam keluarganya sendiri.
Para peserta /AfL/ ini sempat menyanyikan beberapa lagu. Lagu pertama adalah lagu yang berasal dari tradisi Maori sebagai pembuka. Kemudian sebuah lagu yang berjudul : “/It’s better to light one candle than to curse the darkness/.” Lagu ini bertutur tentang pergumulan sebuah pikiran yang takut melangkah maju karena takut akan bayangan keterlukaan dan kesakitan. Tapi bila ketakutan itu terlampaui, jiwa-jiwa manusia bagaikan sebuah lilin yang dinyalakan Tuhan. Demikian juga sebuah lagu berjudul “/Images/” yang bercerita bagaimana manusia selalu menyembunyikan dirinya sendiri dengan memakai topeng kepalsuan. Lagu ini mengajak kita semua untuk bercermin diri, melihat siapakah diri kita sebenarnya tanpa harus mengenakan topeng-topeng.
“Kebencian memang selalu mampu menghancurkan diri mansia sendiri dan juga segala sesuatu di sekeliling dirinya, “demikian kata Maya Safira Muctar menanggapi lagu-lagu tersebut, seraya mengutip sebuah kutipan yang sering kali diucapkan Bapak Anand Krishna, “Urusi dirimu sendiri dulu maka kau akan mengurangi paling tidak satu orang bodoh di dunia ini.”
Acara dilanjutkan pada Nino Graciano yang mengajak semua di As-salam untuk menyanyikan sebuah orkestra alunan suara harmonis yang biasa mengiringi tarian Kecak dari Bali. Tarian Kecak biasanya dilakukan untuk meningkatkan semangat para kaum muda. Kemudian sebuah /role play/ berbahasa Inggris disajikan oleh kelompok seni The Torchbearer.
Bapak Anand Krishna dalam kata sambutan mengutarakan apresiasi beliau pada upaya-upaya untuk membangun jembatan perdamaian bagi orang-orang di seluruh dunia, seperti yang dilakukan para peserta /AfL/ ini. Beliau juga menceritakan secara singkat sejarah berdirinya dan apa yang selama ini dilakukan di Ashram, dan NIM. “Di sini yang kita berusaha capai adalah bukan hanya toleransi beragama semata, tapi sebuah apresiasi terhadap agama lain, bahwa doa yang diucapkan oleh setiap orang dari berbagai latar belakang agama di sini adalah doa yang ditujukan bagi Satu Tuhan.”
Joung-Suk dari Korea Selatan bertanya tentang siapa yang mendanai semua kegiatan di One Earth dan agama Bapak Anand Krisha apa. Hairul dari Indonesia bertanya perbedaan antara apa yang dilakukan di One Earth dengan apa yang dia lihat ketika berkunjung ke salah satu rumah peribadatan agama Bahai di India. Seperti biasanya, Pak Krishna menolak menjawab apa agama beliau karena menurut beliau, urusan seorang manusia dengan Tuhan adalah urusan privat seseorang. Dana yang diperoleh untuk membiayai kegiatan Ashram dan NIM didapat dari orang-orang yang terlibat secara gotong-royong tanpa paksaan. Dan Pak Krishna juga menjelaskan dengan tegas bahwa apa yang dilakukan di One Earth jelas berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pemeluk agama Bahai. Bahai adalah sebuah agama, agama yang sangat toleran dengan agama-agama lain sehingga semua orang dari berbagai latar belakang agama lain bisa beribadah di rumah peribadatan Bahai. Tapi di One Earth, tidak ada agama baru. Tidak ada Anand Krishna-isme atau Agama Anand Krishna. Yang ada adalah setiap orang belajar untuk mengapresiasikan agama lain setara dengan agama yang dianutnya sendiri. Pak Krishna juga sedikit menerangkan tentang konflik-konflik antara agama yang sedang terjadi di Indonesia.
Acara ditutup dengan pesta merayakan kebersamaan dan kehidupan. Roslan memainkan saxophonenya dengan lagu-lagu berirama blues. Imityaz berdansa. Diana memainkan gitarnya. Jong-suk, Yeon-yuk dan Long Seng menyanyikan lagu-lagu dari negara mereka masing-masing. Semua orang dari berbagai latar belakang profesi, agama, ras, dan umur bernyanyi dan berdansa bersama. Warna-warni merayakan kehidupan secara bersama dan setara. Peristiwa ini telah menjadi satu dunia, satu langit dan satu umat manusia, seperti nama tempat di mana perayaan itu sedang berlangsung, One Earth, One Sky, One Humankind. (j/b)