“Jika benar Yesus pernah tinggal di Himalaya dan makamnya berada di Kashmir, ini akan mengubah pandangan dunia. Yesus bukan monopoli dunia Barat tetapi ia pun ‘hidup’ di Timur sehingga ia menjadi universal. Cara pandang seperti ini tidak mengkotak-kotakkan manusia sehingga ‘abad’ baru pasti datang kepada kita semua,” demikian Jeff dalam film Jesus In Himalaya berkomentar.

“Walaupun saya tidak mendapatkan bukti otentik akan cerita itu tetapi minimal saya sudah menempuh jalur yang ditempuh oleh Saint Issa atau Yesus,” katanya lebih lanjut.

Mengawali perjalanannya dengan sebuah pertanyaan: “mengapa Yesus setelah disalibkan pergi ke India?” Kalau ia tidak mengenal India sebelumnya mungkinkah ia pergi ke sini? Kemungkinannya adalah ia pernah ke India dan kembali lagi ke sana.”

Cerita dibuka mengisahkan perjalanan Jeff mencari data mengenai kisah Yesus di Himalaya. Pertama ia bertemu dengan seorang professor di sana yang menceritakan makam Yesus di Kashmir, pada makam ini secara aneh ditemukan bahwa ada 2 bagian dari tutup makam, bagian atas makam menghadap Selatan-Utara yang berarti mengikuti tradisi baru di India sedangkan bagian bawah menghadap Barat-Timur yang berarti makam orang-orang kuno dari tradisi lama. Selanjutnya dalam makam itu juga ditemukan jejak telapak kaki yang menggambarkan luka seperti luka bekas salib, ini adalah luka yang dimiliki oleh Yesus. Makanya professor dan teamnya berkesimpulan inilah makam Yesus.

Kisah ke dua adalah adanya makam Santo Thomas di Madras/Chennai, ia adalah salah seorang rasul dari Yesus. Sehingga makin memperkuat bahwa Yesus memang pernah ada di India. Kemudian ia melanjutkan ke arahpegunungan Himalaya termasuk ke Biara Himis. Termasuk bertanya kepada peramal kepercayaan Dalai Lama dengan jawaban Issa (Saint Issa – rakyat setempat memanggil Yesus demikian) pernah berada di sana karena bukti pohon teh yang dibawanya dari India ada di sana. Melanjutkan pertanyaan ke beberapa penduduk, akhirnya di sekitar pegunungan di kaki Himalaya ia mendapatkan cerita rakyat yang cukup memuaskan yang menceritakan Yesus sempat berada di sana ketika ia berusia 13 – 29 tahunan karena ketika berumur 30 tahun Yesus sudah di Palestina kembali.

Hal yang menarik lainnya yang ditemui oleh Jeff adalah: Mala (Budha) atau Rosario, kalung yang dipergunakan untuk berdoa mempunyai jumlah butiran yang sama yaitu 108 butir, begitu pula dengan ritual dalam agama Kristen (seperti musik dan lonceng, serta mantra dan kidung) ternyata banyak kemiripan dengan tradisi Budha dan juga ajaran Yesus seperti Non Violence, Kasih, Sabar dan lain sebagainya sangat sesuai dengan ajaran Budha dan Hindu. Jika demikian sangatlah mungkin Yesus pernah belajar dari India dan pegunungan Himalaya.

Adalah Nikolas Notovich yang pertama kali menuliskan tentang hal ini. Secara kebetulan ketika ia berburu kakinya patah dan ia dibawa ke Himis (salah sebuah kuil/Vihara di pegunungan Himalaya) untuk dirawat. Para pendeta/bhiku di sana merawatnya dengan baik. Selama dalam perawatan itu hampir setiap hari ia membujuk untuk diperlihatkan lontar yang menceritakan tentang Issa di sana (sebelumnya ia pernah mendengar kisah ini), dan akhirnya permintaannya dikabulkan. Mulailah ia dibacakan satu demi satu helaian lontar oleh bhiku di sana dan diterjemahkan oleh seorang guide yang mendampinginya dan ia pun menyalin kata perkata yang diterjemahkan itu. Setelah sembuh ia pun pulang kembali ke negerinya dan menerbitkan buku tentang keberadaan Yesus di Himalaya. Menyamai perjalanan Notovich, Jeff pun pergi ke Himis tetapi sebelumnya ia bertanya kepada seorang pastur dari sebuah misionaris yang dengan tegas menolak pendapat bahwa selama tahun-tahun yang hilang Yesus ke Himalaya, dikatakannya Yesus tetap berada di Palestina. Tetapi ada sesuatu yang tidak dapat dipungkiri ketika visi missionaris pertama kali masuk daerah Himalaya, di sana ditemukan penduduknya telah mengenal ajaran yang dibawakan, para penduduk berkata: “di bawah pohon ini Issa pernah memberikan ajaran-ajarannya.”

Di Himis, Jeff bertanya pada para pendeta dan dijawab bahwa ada sebuah ruangan gelap dan rahasia tempat penyimpanan lontar-lontar dan kuncinya di bawa oleh seorang pendeta yang kedatangannya setiap 5 – 6 tahun sekali ke sana. Dan di salah sebuah kuil Jeff bertemu dengan seorang Amerika yang belajar meditasi di sana, ia menceritakan pengalamannya ketika ia bernyanyi di ‘suatu’ tempat tiba-tiba ada seorang pendeta kecil yang membawanya ke sebuah ruangan dan di dalamnya ia menyaksikan lontar dimaksud. Tetapi keesokan harinya ketika ia mencari pendeta kecil itu tidak ditemukannya (di sana banyak sekali pendeta), namun ada ‘sesuatu’ yang dirasakannya. Ketika ia ‘bernyanyi’ di tempat itu, seolah batinnya mengatakan “Yesus pernah berada di sini,” dan energinya sangat kuat.

Film yang ditutup dengan perkataan walaupun tidak menemukan bukti otentik namun tersimpan rasa puas dalam diri Jeff. Sambil tetap mengusung ide bahwa jika bukti ini ditemukan maka ini akan merubah sejarah dunia dan kita akan
semakin universal.

*
Sebelum pemutaran film Yesus di Himalaya, diskusi mahasiswa yang dimulai agak molor sedikit kurang lebih 15 menit dari pukul 16 dibuka dengan ucapan selamat datang kepada para mahasiswa dan juga beberapa orang di luar mahasiswa yang akan ikut Sufi Mehfill, di One Earth, One Sky, One Humankind. Dengan mata terpejam para hadirin khusyuk membacakan doa 4 agama seperti yang lalu, tradisi ini sudah lama berlangsung di Anand Ashram.

Setelah pemutaran film, Wandy Nicodemus membuka session diskusi dengan kesimpulan bahwa film ini ingin mengungkapkan bahwa Yesus adalah milik semua dan dengan demikian universalitas tercipta. Dan jika sudah begini maka tidak akan ada lagi perang dan keributan. Demikian cara pandang kita mesti diubah.

Dilanjutkan dengan Roy yang menceritakan agama Samawi (langit) dan dunia. Sebenarnya film ini menceritakan bahwa kaitan erat sudah terjadi antara Middle East dan India. Contohnya dengan Mala-Rosario, ritual agama, ada kaitannya antara Issa dengan Budhisme dan Hindu. Kalaupun Yesus mengatakan: “Aku tidak mengubah hukum Torah/Taurat” tetapi dalam kenyataan ajaran Yesus mengajarkan Cinta Kasih dan Non Violence yang bertolak belakang dengan ajaran Musa yang berkata: “an eye for an eye, a tooth for a tooth” yang berarti balasan yang setimpal tetapi di perjanjian baru “jika ditampar pipi kirimu berikanlah pipi kananmu” ini sebuah perubahan yang besar.

Tetapi Yesus tidak mengungkapkan secara vulgar, demikian juga nabi Muhammad (nanti pak Anand yang akan menjelaskan, demikian ujar Roy).

Diskusi dibuka dengan tanggapan Humaedi dari UIN Syarif Hidayatullah. Ia menceritakan pengalamannya bergaul dengan teman yang beragama Kristen. Dikatakan bahwa harus dibedakan antara Yesus histori dan Yesus keimanan. Sehingga ketika ia menjadi histori/sejarah biarkan dalam wilayah misteri. Menurutnya Yesus tidak sama dengan Budha, karena dalam film itu tidak mendapatkan bukti otentik keberadaan nabi Issa di sana.

Sedangkan Susan berpendapat lain bahkan ia bertanya walaupun yakin bahwa Tuhan itu satu tetapi ia mempertanyakan benarkah demikian. Karena terkadang banyak sekali praktek yang menyatakan sebaliknya. Dan ia berpendapat bahwa Isa adalah tokoh dengan perjalanan spiritual. Tetapi bagaimanakah caranya kita bisa mencintai nabi Isa (bagi non Kristen) sebagaimana kita mencintai Muhammad (bagi muslim) dan sebaliknya? Bisakah kita menghormati?

Menanggapi hal ini, Guruji berkata:
“Saya akan membawa kalian semua melihat sejarah, bahwasanya sejarah itu suka ditwist atau dibelokkan untuk suatu kepentingan tertentu dan ini terjadi di depan mata saya sendiri, nanti perlahan-lahan kita akan tarik ke belakang.”

o       Pertama
Pada tahun 1975 saya mengenal guru saya Rajneesh yang terkenal dengan sebutan Osho. Ia mengajarkan kebebasan sehingga ia dijuluki sex guru padahal tidaklah demikian. Saya bisa menerima pemikiannya dan ajarannya tetapi tidak tingkah lakunya ada sesuatu yang tidak berkenan (saat itu-kemudian nantinya berkembang menjadi sebaliknya – ini ditulis di Soul Quest). Kurun waktu 1965-1989 ia tidak membuat buku tetapi setiap kali ia berceramah selalu ada rekamannya dan ini nantinya diterbitkan menjadi 650 buah buku. Tahun 1995 saya mengajukan diri untuk menerjemahkan buku-bukunya. Dan melalui surat wasiatnya dikatakan bahwa dalam menerjemahkan tidak boleh mengedit satu kata pun harus sesuai kata perkata apa yang diucapkannya (oleh karena inilah saya mundur – karena audience Indonesia berbeda dengan Barat dan India). Kalau belum bisa menerima kata-kata saya (Osho-red) kita diharuskan menunggu karena kita belum bisa menjadi murid (beliau tidak ingin kata-katanya diedit dan diartikan secara halus). Tetapi sekarang, baru beberapa tahun meninggal buku-bukunya diedit oleh para penerusnya.

Di sini kita lihat perubahan karena kepentingan tertentu.
o       Ke dua
Yogananda yang bukunya saya tulis sebagai Otobiografi Yogi. Semasa hidupnya sampai dengan 1946 ajarannya begitu terkenal. Tetapi di tahun 1950an ketika ia sudah wafat murid-muridnya mengklaim bahwa Kriya Yoga hanya akan didapat dari murid Yogananda (monopoli tunggal mereka). Dengan demikian orang yang ingin mendapatkan Kriya Yoga harus memberikan fee tertentu kepada kelompoknya.

o       Selanjutnya
Saya sering menceritakan bahwa guru saya seorang sheikh yang sederhana. Dari beliaulah saya mengenal Masnawi yang berbahasa Hindustani (dahulu ini adalah bahasa Parsi-Sanskrit, kini terbagi dua yaitu: Urdu dengan memasukkan bahasa Arab –> Pakistan dan Hindi yang memasukkan bahasa Sanskrit –> Hindi/India). Saya mengenal Cinta dari Sang Maulana (Rumi biasa disebut demikian), namun entah kenapa Masnawi 6 sampai saat ini saya tidak dapat menerjemahkannya seperti ada yang berbeda. Ternyata tanda-tangan Sang Maulana dipalsukan (tertanda 2 tahun setelah meninggalnya) dan ini dapat saya pastikan sebelum saya turun tadi dari kamar, baru saja Gulam Aga mengirimkan berita Masnawi 6 tidak ditulis oleh Rumi (pantas saya tidak ingin menerjemahkan lagi pula gaya bahasanya berbeda). Nah lagi-lagi kita lihat sejarah dapat diputarbalikkan sesuai dengan kemauan penguasa ataupun untuk kepentingan tertentu.

Ada juga mengenai HR. Bukhari yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang wangi berasal dari Sindh, waktu belajar di Sheikh saya melihat hadits itu dengan mata kepala sendiri, tetapi ketika mau menulis buku Islam Esoteris ketika saya cari kembali sudah tidak ada. Saya meminta tolong salah seorang professor dan ia pun terheran-heran hadits tersebut sudah dihapus padahal sebelumnya masih ada di situ. Itu contoh yang sederhana, kita tidak tahu secara pastinya dan ini
pengalaman pribadi saya. Sebagai umat Islam jangan lupa dan jangan tersinggung please open your mind. Contoh lainnya: ketika Muhammad kawin dengan Khadijah pakai sistem apa? Saat itu Islam belum ada dan sepupu Khadijah adalah orang Nasrani. Apakah kita akan memutarbalikkan sejarah dan berkata kawin secara Islam? Ulama tidak berani mengatakan itu. Sebagian besar ayat diturunkan di Mekah, pada saat Muhammad dengan Khadijah, mengapa tidak satupun hadits yang berasal darinya. Bahkan satu hal yang aneh adalah ketika nabi mengalami Isra Mi’raj, Siti Aisyah mengatakan ia memengang paha nabi dan berkata pahanya masih panas, padahal khan saat itu nabi sedang bersama Khadijah dan selama beristri dengan Khadijah nabi hanya mengenal satu istri. So bagaimana mungkin yang bercerita justru Aisyah??

50 – 60 tahunan setelah nabi wafat, para khalifah termasuk Aisyah saling bunuh-membunuh memperebutkan kekuasaan. Di satu pihak dahulu nabi pernah berkata: “sebaik-baiknya kaumku adalah ia yang paling dekat denganku.” Dan yang paling dekat adalah orang yang hidup sejaman dengan nabi. Setelah nabi wafat gak sampai 100 tahun saja orang sudah saling bunuh, apalagi kita-kita ini??

Kita tarik mundur lagi ke belakang, kalau nabi Muhammad sekitar 1000 – 1500 tahun ini tentang Sidharta Gautama. Sesaat setelah kematian Sidharta Gautama, hari itu juga ada 32 jenis tafsir ajarannya padahal jasad beliau masih ada. Sampai akhirnya semua sepakat memanggil Anand (seorang murid Sidharta Gautama yang dianggap belum ‘tercerahkan’) untuk meluruskan hal ini. Oleh Anand kemudian study group itu di bagi menjadi 2 kelompok: Mahayana yaitu mereka yang mengurusi ‘pencerahan’ masyarakat banyak dan Hinayana yaitu mereka yang mengurusi ‘pencerahan’ pribadi. Sesungguhnya Mahayana dan Hinayana bukanlah suatu aliran dalam agama Budha tetapi ketika ajaran Budha masuk ke Cina maka dilembagakanlah Budha menjadi agama dan ke dua study grup itu masuk ke dalam 2 aliran dalam agama Budha. Saat ini ke duanya sudah tercampur baur dan tidak murni lagi. Terkadang sejarah diputarbalikkan hanya untuk legalitas saja.

Pada masa Nikolas Notovich menulis kisah Yesus di Himalaya, ribuan bukunya langsung dibakar. Tetapi kisahnya bukanlah yang pertama dan terakhir, jauh setelah ia melihat lontar tersebut seorang India Abedanath dari Calcuta pun menulis hal yang sama di tahun 1950an. Bersumber dari lontar yang sama di kuil yang sama yaitu Himis dan masih banyak juga orang yang melihatnya. Buku yang ditulis Abedanath menjadi Best Seller saat itu.

Kemudian di tahun 1980an terungkap fragmen Laut mati yaitu Gospel of Thomas yang dikoleksi oleh seorang kolektor langka. Barulah terungkap gereja dan makam Saint Thomas di Madras/Chennai berikut Injilnya yang mengatakan bahwa Thomas adalah saudara kandung Yesus. Sebenarnya Injil pun mengungkapkan reinkarnasi hanya saja di tahun 300-an dihapus oleh seorang Raja dari Konstantinopel hanya karena ia bertanya apakah kalau ia mati dapat saja lahir kembali sebagai binatang. Dan dijawab:”ya.” Egonya tersinggung sehingga ia menghapus ayat dalam Injil tersebut, di sini sekali lagi kita melihat bahwa politisasi telah memasuki kehidupan beragama sehingga ajaran-ajaran dapat saja dibelokkan demi kepentingan pribadi. Paham reinkarnasi sebenarnya sudah lama diturunkan sejak nabi Ibrahim dengan kelompok Hazid yang kemudian berkembang menjadi Kabala. Yesus meneruskan tradisi ini.

Kembali ke zaman nabi Muhammad, Al-Quran sebenarnya adalah inti sedangkan hadits adalah waldifikasi para ulama. Karena tidak sekalipun Muhammad berkata untuk menirunya; dan kalau benar beliau berkata untuk meniru mengapa kita tidak meniru yang satu ini. Sebuah kisah yang menggambarkan Muhammad mempersilahkan kaum Nasrani untuk menggunakan Masjidil Aqsa untuk sholat. Rasul berkata: “Silahkan sholat di sini.” Sholat dalam arti kata yang generik karena gerakan sholat tidak pernah ada dalam Al-Quran. Di sini Rasul mempersilahkan siapa saja untuk berdoa kepada Yang Maha Tunggal dengan cara mereka masing-masing. Rasul mengakomodir semua. Mengapa sekarang kita tidak? Malah saling bertentangan satu sama lain, jika kita mengikuti sunnah Rasul tentu juga harus mengikuti sunnah yang satu ini.

Kembali pada Film:

  1. Sebelum jaman Yesus, Nasrani tidak pernah mengenal istilah Kristo. Istilah Kristo hanya dikenal dalam tradisi Hindu, yaitu seseorang yang menguasai ajaran Krishna.
  2. Sebelum memasuki sebuah kuil atau tempat suci pasti kita menyucikan diri dengan membasuh wajah (tradisi Hindu). Ritual ini pun dipakai oleh Yesus ketika memasuki Bait Allah sehingga sekarang ketika memasuki gereja pasti ada wadah air suci untuk dipercikkan pada wajah.

Jika nabi Musa dahulu dapat berkomunikasi langsung dengan Allah, Issa mengambil simbol-simbol alam dengan malaikat dan ini pun berlaku bagi nabi Muhammad. Di sini kita sekali lagi melihat kesinambungan antara satu dengan yang lain sehingga ketika hal ini dibelokkan jelas akan terlihat. Yesus mulai dengan Kasih sedangkan Muhammad mulai dengan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.

Mengenai makam Yesus, para ulama di Kashmir meyakini itulah makam nabi Isa dan Mariam dengan menyebut Bunda Maria sebagai Miri. Tentang lontar yang bercerita mengenai Yesus di Himalaya (The Lost Year of Jesus Christ) pernah dinyatakan oleh kelompok yang berseberangan dengan Dalai Lama bahwa Dalai Lama telah menggadaikan jiwanya dengan menjual lontar tersebut ke Vatican untuk mendapatkan Nobel Perdamaian. Dan menurut berita pun Dalai Lama pernah diundang oleh Paus ke Vatican dan bukan oleh pemerintahan Italia. Di sana ia memberikan lontar kepada Paus. Alasan Dalai Lama adalah agar perjuangannya untuk Tibet dapat dikenal masyarakat luas. Dan ketika ditanya mengenai kebenaran cerita tersebut, ia hanya tersenyum saja.

Sebenarnya saya yakin lontar tersebut tidak pernah hilang dan masih ada di Tibet. Kalaupun Dalai Lama menggadaikan jiwanya untuk itu, lontar itu tetap ada. Karena pendeta Tibet jika membuat lontar tidak hanya satu melainkan bisa 2,3, 4 copy dan disimpan di tempat-tempat yang terpencar. Lontar itu masih ada di Shigatse, Himis dan pasti Dalai Lama mempunyai copy di tempatnya di Dharamsala.

Kembali Guruji bercerita mengenai Rumi, dalam salah satu Masnawi Maulana berkata: Kalaupun kakimu sampai berdarah, berjalan dan kau bisa sampai ke lembah Sindhu betapa beruntungnya dirimu.

Bergeser kembali kepada sejarah Iqbal seorang penyair besar Pakistan pernah mengatakan bahwa kita mesti menjadi Pakistan (padahal maksudnya dari kata Pak yang berarti tanah yang suci). Oleh Muhammad Ali Jinna kemudian kata-kata ini yang dipergunakan sebagai dasar perjuangan untuk memisahkan diri dan menjadi negara Islam Pakistan. Saat itu Iqbal masih ada dan di depan hidungnya kata-katanya dipelintirkan menjadi sarana politis dan kepentingan sekelompok orang. Ketika Pakistan sudah terbentuk dan Ali Jinna mengumumkan kita adalah negara sekuler, para ulama pun memprotesnya (Sekali lagi kita lihat betapa sejarah bisa dibelokkan untuk ‘sesuatu’)

Di akhir acara Guruji mengutip salah satu arti dari Al-Quran yang menyatakan: “Bukankah sesungguhnya kita semua satu umat.” Sebenarnya ketika Eropa termasuk Portugis menjajah kita dan mengatakan Indies berarti semua bangsa yang terletak di seberang sungai Sindhu. Semua kita adalah satu budaya sehingga ada kemiripan satu sama lain. Indonesia tidak pernah mengimpor agama Hindu karena itulah budaya kita (agama Hindu sendiri baru lahir kurang lebih 500 tahun yang lalu, padahal budaya Hindustan sudah lebih dari 5000 tahun). Pada masa awal yang berkembang adalah 3 kebudayaan yang mirip yaitu: Mesir, India dan Cina. Kalau Mesir menganggap Kau adalah badan yang punya Jiwa makanya simbol adalah pyramid dengan badan yang dibalsem. Konsep badan punya Jiwa sehingga badan yang diawetkan sewaktu-waktu jiwa bisa masuk lagi. Sedangkan India –> Kau adalah Jiwa yang mempunyai badan sehingga kebalikkannya badanlah yang dibakar karena Jiwa bisa mencari badan lainnya.

“Jangan melupakan budaya asal, untuk mempersatukan Indonesia inilah yang harus kita ingat dan tumbuh kembangkan kembali,” demikian Guruji sambil mengutip perkataan Sir Rafles Stamford yang menyatakan jika ingin mempersatukan Java satukanlah lewat budaya.

Diskusi yang membawa begitu banyak bagi kita semua diakhiri sekitar pukul 18.10 wib.

Namaste 🙂