Laporan Roadshow di Serang

Serang, 7 Maret 2004 – Mereka berdekapan. Menyeka airmata dengan ujung kain kerudungnya yang berwarna-warni cerah. Lalu tersenyum. Wajah ratusan guru itu, kebanyakan adalah para ibu, membersitkan kelegaan. Dan mendung di luar gedung pun tak urung menghalangi kebahagiaan yang menular.

“Mungkin inilah untuk pertama kalinya, kita menghadap Allah, Ar-Rahman dan Ar-Rahim tanpa meminta… Kita hanya bersyukur pada-Nya…” Sungguh kalimat yang sederhana. Namun kata demi katanya masih terus mengiang. Atau, menghujam, bertenaga — si empunya suara tentu telah menyiramkan energinya melalui pita suaranya.

Pagi itu, baru saja mereka mendengarkan renungan khusyuk Anand Krishna, guru spiritual yang hari itu bertandang ke Serang, ibukota propinsi Banten, bersama rombongan dari Anand Ashram. Renungan spiritual yang dilakukan secara dadakan itu justru menjadi hal paling berkesan hari itu.

Sedianya, Anand Ashram akan mengajak para guru untuk melakukan salah satu latihan yang diambil dari buku “Mengajar Tanpa Dihajar Stress”. Namun, menyadari sebagian besar peserta ternyata sama sekali belum pernah mengikuti satu pun program di Anand Ashram, Anand Krishna, Sang Guru pun dengan spontan mengajak semua yang hadir untuk menutup mata. Berkontemplasi.

Demikian cuplikan situasi perayaan Sufi Mehfil bertajuk “Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi, Membangkitkan Jiwa Sufi” yang diselenggarakan di Serang, minggu pagi 7 Maret 2004 lalu. Kegiatan ini dipusatkan di Graha Samzen, Jalan Ahmad Yani 157A Serang.

Seperti halnya Sufi Mehfil yang diselenggarakan di Jakarta, Yogyakarta, Solo, dan Semarang akhir tahun lalu, pagelaran ini merupakan upaya berbagi kesadaran serta menggugah masyarakat untuk bersama-sama membangkitkan kembali cinta pada Ibu Pertiwi. Pentas Sufi Mehfil di Serang ini pun ditampilkan dengan mengikuti alur “Vande Mataram” yang sebelumnya diadakan di Bali bulan Februari lalu, yang juga menampilkan penari Maria Darmaningsih, penyanyi Dian Mayasari serta beberapa penari muda Anand Ashram.

Singkatnya, gerak-lagu ini melukiskan situasi ketidaksadaran dan keterpurukan bangsa Indonesia saat ini. Kendati akan melakukan pemilihan “pesinden” langsung pada tahun ini, namun tak ada jaminan bahwa merka yang kelak terpilih akan mampu membawa Indonesia keluar dari krisis.

Dengan membangkitkan jiwa sufi yang juga berarti meningkatkan kesadaran diri, menemukan “Mahatma” atau “jiwa besar” dalam diri masing-masing individu, perubahan menuju Indonesia yang lebih baik akan terwujud. Demikian inti pesan Sufi Mehfil.

Semua peserta dengan antusias mengikuti alur acara hingga berakhir. Kendati aula serbaguna tempat kegiatan berlangsung — yang sering dijadikan tempat bermain bulutangkis — tak mendukung sistem tata suara yang digunakan, namun para pendukung acara tetap mampu tampil prima.

Usai makan siang, rombongan Anand Ashram bersiap-siap meninggalkan Kota Serang. Sejumlah peserta meminta untuk menggelar kegiatan serupa di masa datang. “Kami akan carikan tempat yang lebih baik, ” janji mereka, masih penuh semangat. Ya, tentu saja.

Satu persatu, kendaraan berplat nomor Jakarta yang diparkir sejajar dengan Graha Samzen bergerak ke luar. Perlahan. Sebagian karena menoleh pada 99 nama Allah yang terpajang berurutan di Jalan Ahmad Yani, Serang. Maha Besar Allah… Maha Kasih Allah. Bangkitlah jiwa-jiwa Sufi di kota ini.

Laporan oleh Wandy Nicodemus