Membaca apa yang dimuat belakangan ini di media tentang Bapak Anand Krishna, sepertinya bisa dikatakan bahwa “bad news is good news” masih dipakai oleh kalangan pers. Seringkali untuk mendapatkan popularitas dan rating yang tinggi, media dengan mudahnya mengungkap berita yang belum terbukti kebenarannya atau berita heboh daripada memuat berita tentang prestasi atau berita baik.

Membaca apa yang dimuat belakangan ini di media tentang Bapak Anand Krishna, sepertinya bisa dikatakan bahwa “bad news is good news” masih dipakai oleh kalangan pers. Seringkali untuk mendapatkan popularitas dan rating yang tinggi, media dengan mudahnya mengungkap berita yang belum terbukti kebenarannya atau berita heboh daripada memuat berita tentang prestasi atau berita baik.

Almarhum Michael Jackson adalah salah satu korban paling parah dari sikap media dengan prinsip “bad news is good news”. Selama bertahun-tahun, sang legenda hidup dalam penghinaan atas kasus “pelecehan seksual” terhadap anak-anak, yang tidak pernah terbukti kebenarannya! Bahkan sesaat setelah kematian Michael, anak tersebut mengaku bahwa ia disuruh oleh orang tuanya untuk membuat keterangan palsu! Dan dunia

pun merasakan kehilangan Michael Jackson. Upayanya mempromosikan perdamaian lewat lagu-lagu dan aksi sosial, baru diingat setelah ia meninggal. Inilah kebiasaan buruk manusia, menyia-nyiakan seorang pahlawan saat ia masih hidup dan memujanya setelah meninggal.

Anand Krishna juga mendapat perlakuan yang seperti demikian oleh media. Berita tentang keberhasilannya mewakili Indonesia dalam  ajang Parliaments of World Religions akhir tahun lalu di Australia, apakah diperhatikan oleh kita? Pemberian patung Buddha dari Indonesia kepada Dalai Lama? Atau keikutsertaannya dalam ajang Water Summit?

Saya senang membaca berbagai buku, termasuk tulisan-tulisan dari  Bapak Anand Krishna. Tulisan-tulisan yang menarik dan membahas tentang berbagai persoalan aktual di Indonesia dan dunia. Apakah kita sudah membaca buku-buku tersebut dengan kepala jernih sebelum ikut-ikutan menuduh “kafir” dan “sesat”, atau “sinkretis”?

Sudah saatnya masyarakat berpikir kritis dan jernih dalam menyikapi sebuah berita.

Indonesia pernah menghujat dan memojokkan Soekarno, dan memujanya bertahun-tahun kemudian. Gus Dur pun dijatuhkan, dan baru dikenang setelah meninggal! Apakah seorang Anand Krishna akan diperlakukan sama?
Haryadi

Asisten Konsultan Teknik Kimia dan aktivis LSM

08562650699/ aiu_haryadi@yahoo.com

 

Link Terkait:

Borneo Tribune